By : H. Ahyar, S.Pd., M.Pd.
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nyalah
sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah tulisan cerita rakyat dengan judul “Pelangi
Diatas Gua Nangklok” yang di awali dengan sekilas sejarah Pulau Lombok dan kerajaan-kerajaannya,
semoga tulisan ini bermanfaat untuk menambah khazanah cerita rakyat Sasak yang
tak terpublikasikan dan belum banyak yang mengetahuinya.
Di Indonesia tumbuh
berbagai cerita rakyat daerah dengan corak dan budaya yang berbeda beda. Cerita
rakyat adalah cerita yang berkembang di suatu daerah dan dianggap sebagai karya
kolektif (milik bersama) masyarakat daerah itu. Banyak manfaat yang kita akan
dapatkan dengan mendengarkan cerita rakyat. Salah satunya, kita akan memperoleh
pengalaman berharga dari cerita tersebut, melalui peristiwa-peristiwa yang
dialami tokoh-tokohnya.
Ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan cerita
rakyat terutama bagi keluarga, tokoh-tokoh masyarakat di kampung Tato Terutama,
Amaq Merah (Amin), Haji Zaeni (Usen) sebagai informan dan teman-teman yang
telah memberikan masukan sehingga cerita ini dapat diselesaikan.
Sebagai manusia biasa
yang tak lepas dari kesalahan, penulis menyadari bahwa tulisan ini sangat jauh
dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
berbagai pihak demi kesempurnaan tulisan ini.
Semoga tulisan cerita
rakyat “Pelangi Diatas Gua Nangklok” ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan khususnya bagi penulis. Amin...
Batulayar, 17 Maret 2010
Penulis,
[1]SEKILAS SEJARAH PULAU LOMBOK
PADA ZAMAN
KEDIRI DAN HINDU TAHUN 1403
Nenek
Moyang suku Sasak, suku Bali, dan suku Java (Jawa) berasal dari Yunan Asia
Tenggara sekitar abad ke XII yang datang ke Lombok Mirah (Lombok Barat) dan
Sasak Adi (Lombok Timur) ditemukan dalam buku Negarakertagama. dibuktikan
dengan ditemukannya tulisan lontar namun masih dalam bentuk cerita
yang masih bercampur dengan legenda misalnya lontar “Dayan
Nada” atau lontar “Datu Berenga” hampir sama sifatnya
dengan cerita seperti “Panji” sebagai “Cupak
Gerantang” juga lontar yang menamakan “Babad Suwung” yang
artinya kesunyian atau sepi, bahwa meceritakan tentang kesunyian atau
kenyamanan Pulau Lombok. Sekitar Abad ini, diawali dengan zaman Kediri yang
memperluas Kerajaannya keluar Pulau Jawa dan kemudian zaman Hindu yang terbukti
dari Bencangah (silsilah) yang kebanyakkan terdapat sama berdatangan yang
memakai Rakit (sasak) yang menamakan dirinya penduduk asli Suku Sasak, yang
kala itu kita ketahui bahwa penduduknya belum beragama (animisme) sesuai dengan
kepercayaan dari seluruh Nusantara, pada akhir abad XIII dan awal abad XIV,
yang terakhir datang adalah agama Islam pada abad XVI. secara beangsur-angsur
pula masyarakat Lombok pindah beragama ke agama Islam.
KERAJAAN –
KERAJAAN DI PULAU LOMBOK
I. Kerajaan Selaparang pada abad
XIV
Salah satu
pembuktian adanya kerajaan di Pulau Lombok adalah keberadaan dari
kerajaan Selaparang yang berpusat di Labuhan Lombok (Lombok Timur) dengan
Rajanya bernama Prabu Indrajaya. Prabu Indrajaya anak dari Demung Mumbul
atau Batara Mumbul, menurut silsilah selaparang Demung Mumbul ini dipanggil
Prabu Turunan, adik dari Pangeran Kaesari , keturunan Prabu Tunggul
Ametung, Raja Kediri yang di bunuh oleh Ken Arok di tahun 1220s , yang dua
tahun kemudian mengangkat dirinya menjadi raja Singasari di Jawa.
Demung Mumbul diperkirakan datang ke Pulau Lombok pada akhir abad ke XIII atau
tepatnya abad XIV waktu awal terjadinya kerajaan Majapahit di Pulau Java [2](Jawa) dan pertama menemukan kota Labuhan
dengan semua pengikut serta berdiam disana sampai meninggal dan dikebumikan di
bukit (gunung kayangan) Lombok Timur.
Setelah Demung Mumbul Wafat maka yang menggantikannya adalah anak yang paling
tua yaitu Indrajaya. Dimasa kekuasaannya pusat kerajaan dipindah dari teluk
Labuhan (sekarang pelabuhan lombok) ke Selaparang, dengan alasan bahwa
tingkat keamanan dari serangan musuh, dan pada saat ini pula Pulau Lombok
ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit yang sedang berkuasa di jawa dengan
Patihnya bernama Gajah Mada. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa prasasti
tentang pernah datangnya Patih Gajah Mada di Lombok, yang mana mulai
waktu itu, meskipun Kerajaan Selaparang merupakan Kerajaan yang berdiri
sendiri, namun bernaung dibawah Kerajaan Majapahit.
Setelah prabu Indrajaya mangkat maka yang meneruskan pemerintahannya adalah
anak tertuanya Raden Mas Panji anom atau Prabu Anom, pada masa pemerintahannya
seluruh Pulau Lombok dijadikan satu kerajaan yaitu Kerajaan Selaparang bahkan
Pulau Lombok pun dinamakan pulau Selaparang. Pada masa pemerintahannya inilah
diperkirakan awal masuknya Islam ke Pulau Lombok.
Prabu Anom mempunyai dua orang Putra, yang sulung bernama Raden Mas Panji
yang dilahirkan dari salah seorang permaesuri, yang terkenal dengan nama Raden
Mas Panji Tilar Negara, karna sesuatu hal maka semasa kecil disebrangkan ke
Alas di pulau Sumbawa, dan Prabu Anom yang menurut riwayat yang menjatuhkan
hukuman mati kepada putranya. Yang dipetik dari kisah Babad Selaparang. Dengan
diawali runtuhnya Kerajaann Majapahit di Pulau Java (Jawa) sehingga
kerajaan-kerajaan kecil yang ada di Pulau Lombok seperti Kerajaan Lombok
, Langko, Pejanggik, Sokong, dan Bayan, dan beberapa desa kecil seperti
Pujut, tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, Kentawang sebagai Kerajaan
- kerajaan yang berdiri Sendiri (merdeka). Yang paling terkenal di seluruh
Nusantara adalah Kerajaan Lombok, karna letak kerajaan Labuhan Lombok
yang begitu indah dan nyaman maka banyak para pedagang yang dari
Palembang, Banten, Gersik, dan Sulawesi [3]berkunjung, dan sekitar Abad XVI
diperkirakan Sunan Prapen putra dari Sunan Giri salah seorang Wali Songo dari
Jawa datang untuk membawa ajaran Agama Islam ke para penduduk dan
Kerajaan yang ada di Pulau Lombok, dibuktikan dengan beralihnya kepercayaan
Raja Prabu Anom yang semula beragama Hindu akhirnya beralih memeluk Agama
Islam.
Sementara Kerajaan Selaparang mendapat gangguan – gangguan kecil (masalah) dari
Kerajaan Gelgel yang berada di Bali, karna Raja Gelgel tidak mau melihat
berkembangnya kerajaan di Lombok semakin maju, terutama kehidupan agama Islam
di Lombok, yang dapat mengacam keselamatan Negara Gelgel. Pada tahun 1520s
mencoba untuk menaklukkan Selaparang (Pulau Lombok) tapi tidak berhasil. Dengan
segala cara Kerajaan Gelgel menakukkan Kerajaan Selaparang, contohnya dengan
memasukan paham baru berupa synkretisme Hindu Islam yang dibawa oleh Dangking
Nirartha, sehingga dapat mempengaruhi beberapa pemimpin di Lombok yang belum
lama memeluk Agama Islam. Sehingga berakibat lambannya perkembangan
kerajaan-kerajan kecil di Lombok , sedangkan Kerajaan Selaparang tidak mampu
mempersatukan Kerajaan-kerajaan yang kecil tersebut dibawah pemerintahannya.
II. Kerajaan Pejanggik Pada Abad XV
Sejak runtuhnya Kerajaan Majapahit di Jawa maka Kerajaan – Kerajaan kecil yang
ada di Pulau Lombok menjadi merdeka. Seperti kerajaan Pejanggik, namun
Kerajaan Selaparang yang sebagai Kerajaan yang lebih besar ternyata tidak
mampu untuk menyatukan semua Kerajaan yang ada di Pulau Lombok .
Pada dasarnya semua kerajaan yang ada di Pulau Lombok ada hubungan kekeluargaan
seperti Kerajaan Selaparang, dan Pejanggik, oleh karna itu kedua kerajaan tersebut
Rajanya bergelar “ Pamben” , sedangkan untuk kerajaan yang
kecil seperti Pujut, Tempit, Langko, Bayan, dan Sokong cukup dengan gelar
“kedatuan” atau “Datu”. Raja Pejanggik kala itu benama Raden
Mas Meraja Kusuma dan di masa beliau berkuasa Kerajaan Pejanggik berkembang
dengan pesat, setelah [4]Arya Banjar Getas di nobatkan menjadi
Senopati. Cerita Arya Banjar Getas berasal dari Jawa Timur yang
datang dengan gagah berani bersama pengikutnya ke Kedatuan Sokong sekitar
abad ke XVI sehingga biasa menetap di daerah Sokong. Setelah Arya Banjar Getas
di benci oleh Datu Sokong yang dikarnakan Arya Banjar Getas sewaktu
membikin Patung Emas permaesuri Datu Sokong yang sangat belau sayangi, ada
seekor lalat yang hinggap pas pada kemaluan patung tersebut lalu meninggalkan
satu titik sebagai tahi lalat, lalu setelah selesai Patung Emas itu dibikin,
langsung diserahkan ke sang Datu, dan Datu menerimanya dengan senang hati, dan
dilihatnya oleh Datu ada tahi lalat yang sama pada kemaluan Patung mendiang
permaesurinya. Ini yang membuat Datu curiga kepada Arya Banjar
Getas, seolah – olah Arya Banjar Getas pernah berbuat serong kepada
mending istrinya semasa masih hidup, kemudian Datu mengumpulkan
pembesar-pembesar bawahannya untuk mengadakan rapat rahasia yang intinya untuk
membunuh Arya Banjar Getas, terdengar hasil rapat rahasia tersebut olehnya lalu
Arya Banjar Getas memutuskan dengan pengiringnya untuk meninngalkan Sokong dan
beberapa hari kemudian sampailah rombongan tersebut di Desa wanasaba Lombok
Timur dengan keadaan sakit, sehingga di Desa Wanasaba terdapat kampung yang
bernama Banjar Getas. Tidak sampai disitu penderitaan yang dialami oleh Arya
banjar Getas, diakibatkan pertemuannya dengan Raja Selaparang yang pada tengah
pertemuannya terjadi peristiwa jatuhnya putri raja dari tangga yang dilaluinya
hingga dengan tidak sengaja Arya Banjar Getas menangkap sang putri yang
disaksikan oleh para pembesar kerajaan yang sedang menyambutnya dan
Arya Banjar Getas dituduh tidak senonoh, lalu diserangnya Arya Banjar Getas
oleh pasukan Selaparang yang akhirnya keluar melarikan diri ke kerajaan
Pejanggik, dan di Kerajaan inilah beliau mengabdi, sehingga membuat retaknya
hubungan antara kerajaan Selaparang dengan Pejanggik.
III. Kerajaan Langko pada
akhir Abad XV
Setelah wafatnya Prabu Anom Raja Selaparang maka yang melajutkan
pemerintahannya adalah putranya yang kedua yaitu Raden Mas Pakel, mengapa [5]tidak putra mahkota atau yang sulung?,
dikarnakan putra mahkota yaitu Raden Mas Panji Tilar Negara sudah dihukum dan
diasingkan ke Pulau Sumbawa yaitu di Kedemangan Alas. Setelah Ayah
Prabunya wafat maka Raden Mas Panji Tilar Negara kembali ke Lombok atas saran
Patih Ayahandanya yaitu Patih Singarepa dan juga beliaulah yang menyelamatkan
Raden Mas Panji Tilar Negara dari hukuman mati Ayahandanya, dan Raden Mas Panji
Tilar Negara tidak mau kembali ke Kerajaan Selaparang dengan maksud agar tidak
ada sengketa antara dia dengan saudaranya. Kemudian Raden Mas Panji Tilar
Negara membuat pemukiman baru di Hutan Setembeng.
Setelah pedukuhan terbentuk maka dari sinilah beliau menjalankan pemerintahan
dengan suasana yang damai, lalu Adipati Tembeng yaitu Raden Mas Panji Tilar
Negara melakukan perkawinan dengan putrinya Patih Singarepa . dalam pekawinan
ini beliau dikaruniai dua orang putra yaitu Raden Pringganala dan Raden
Terunajaya . setelah Raden Mas Panji Tilar Negara meninggal dan putranya
beanjak dewasa maka dinobatkanlah Raden Pringganala anaknya yang sulung
sebagai penggantinya, dan Raden Mas Panji Tilar Negara dimakamkan didaerah
Tembeng.
Suatu hari kedua bersaudara ini berselisih pendapat, yang akhirnya Raden
Teruajaya yang mengalah dan diusir keluar dari daerah Tembeng, sehingga
menemukan pemukiman baru di hutan yang penuh dengan pohon Lengkukun. Didengar
oleh Patih Singarepa tentang cucunya yang meninggalkan Adipati Tembeng maka
beliau menyusul ke hutan Lengkukun itu hingga bertemu. Didalam pertemuan itu
Raden Terunajaya menceritakan tentang perselisihan dengan kakaknya yang
dianggap hal untuk menjaga kedaulatan kakaaknya (peduli kepada kakaknya),
dan oleh kakaknya nasehat dari adiknya dianggap ikut campur didalam
urusannya. Kakeknya menyalahkan kebijaksanaan yang diambil oleh kakaknya,
sehingga selanjutnya pedukuhan baru itu dinamai “Langko” yang lama kelamaan
menjadi kedatuan Langko dengan pemimpinnya yaitu Raden Terunajaya.
Dari Langkolah Raden Terunajaya memerangi kakaknya yang dibantu
oleh kakeknya sehingga dimenangkan oleh pasukan Raden Terunajaya, maka [6]disatukannya Langko sama Tembeng jadi
sebuah kerajaan, dan kakaknya pergi dari Tembeng lalu ke Praubanyer disinilah
beliau menetap hingga mempunyai empat putri, adiknya juga dikaruniai empat
putra, supaya mereka bersatu kembali maka atas usul kakeknya (Adipati
Singarepa) semua putra dan putri dari kedua bersaudara ini di nikahkan maka
Raden Pringgalana dan Raden Terunajaya setuju, akhirnya yang paling sulun dinikahkan
dengan yang sulung dan yang paling bungsu dinikahkan dengan yang paling bungsu,
yang paling sulung bernama Raden Ajiundak dan Denda Supayang. Setelah Raden
Terunajaya meninggal maka yang naik tahta adalah Raden Ajiundak. Pada masa
pemerintahannyalah Arya Banjar Getas Datang ke Bumi Lombok.
SEJARAH
KAMPUNG TATO
TERBENTUKNYA
KAMPUNG TATO PADA TAHUN 1740
Dusun Tato
terletak Km 6 kearah utara dari Kota Ampenan yaitu di Desa Sandik Kec.
Batulayar Kab.Lombok Barat Provensi Nusa Tenggara Barat, dan tempatnya
sangat seterategis yaitu dibawah lereng bukit yang suhu udaranya sangat sejuk
pada pagi hari dan jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk kota Mataram.
Ketika
mendengar atau menyebut nama kampung Tato, maka yang tergambar dalam benak banyak
orang adalah pernyataan yang mengatakan
bahwa kampung ini namanya berasal dari kata tetato’ yang berarti
boneka, patung atau sejenisnya, bahkan ada juga yang mengatakan berasal dari
kata “tatoo” yang maksudnya adalah lukisan atau gambar indah pada
bagian tubuh tertentu seseorang yang dilukis menggunakan tinta permanen, ini
adalah sebagian dari pernyataan orang yang salah mengerti tentang asal usul
nama kampung Tato tersebut.
Cerita di
bawah ini akan menjelaskan kepada para pembaca tentang asal usul mengapa
kampung ini diberi nama kampung Tato dengan berbagai keunikan adat budaya di
dalamnya agar tidak menyalahartikan nama
kampung Tato ini.
Dulu pada
zaman kerajaan Pejanggik, dusun Tato belum ada penghuninya. Setelah kerajaan
Pejanggik rutuh yang dikarnakan adanya pemberontakan dari senopatinya sendiri
yaitu Arya Banjar Getas yang bersekutu dengan kerajaan Karang Asem Bali
sehingga terjadinya perjanjian pembagian pulau Lombok yang dikenal dengan
“Perjanjian Timur dan Barat Juring” dimana Kerajaan Karang Asem
membangun kota yang pertama di Tanjung Karang dengan Raja yang
pertama bernama Gusti Wayan Tegah, Keraton yang pertama dibangun di Tanjung
Karang di pindahkan ke Mentaram, sedangkan Arya banjar Getas mendirikan
kedatuannya di Memela’ dengan bergelar Sureng Rana. Di Memela’ Arya Banjar
Getas membangun Masjid dan Pasar, sehingga Agama Isalm berkembang dengan sangat
pesat.
[7]Arya Banjar Getas mempunyai tiga putra dan putri yaitu Dende Wiracandra
yang dikawinkan dengan Panji Langko, menantunya ini diberi kekuasaan dari desa
Mujur, Marong, Ganti dan terus ke laut sebelah timur, Raden Juruh diberi
kekuasaan di Batukliang, dan putranya lagi yaitu Raden Ronton yang tinggal di
Memela’ setelah Arya Banjar Getas meninggal maka yang menggantikannya
adalah putranya Raden Ronton yang memindahkan ibu kotanya dari Memela’ ke hutan
Berora, kemudian disebut Praya. Setelah beliau meninggal maka yang
menggantikannya yaitu putranya Raden Lombok yang kawin dengan putri Raja Sokong
dandikaruniai seorang putra bernama Dene’ Bangli. Setelah meninggal Dene’
Bangli yang menggantikannya adalah Raden Mumbul yang bersaudara dengan Raden
Pengantin, setelah Raden Mumbul meninggal maka yang naik tahta yaitu anak dari
Raden Mumbul yaitu Raden Wiratmaja, pada masa pemerintahan Wiratmajalah banyak
daerah kekuasaannya diambil oleh Kerajaan Karang Asem Bali, sehingga timbullah
perang Praya I.
Terbentuknya
Kampung Tato ini akibat dari banyaknya peperangan yang ditibulkan oleh
pemberontakan kerajaan-kerajaan kecil yang ada dibawah kekuasaan Raja Karang
Asem, sehingga orang-orang dari berbagai dusun termasuk dusun marong, beleke,
ganti dan mujur yang ikut membantu Kerajaan atau orang yang setia mengabdi
kepada Raja, maka diberikan tanah garapan ( tanah Jaba ) sebagai hak milik dan
langsung mendiami tanah garapan tersebut dan juga membayar upeti ke Kerajaan
Mentaram (Raja Pajang).
Pada
zaman Kerajaan Karang Asem Kampung Tato dihuni oleh Dua orang kepala keluarga
pendatang (yang diberi garapan tanah), sehingga pada masa itulah ditemukan
Nama Tata, sesuai dengan keadaan dan situasi yang ditemukan pada
kala itu, karena lokasi kampung tato yang berbukit-bukit, sehingga para
pengabdi Kerajaan Karang Asem (Anak Agung) menyuruh menata tanah
yang berbukit tersebut. Lama – lama Nama Tata berubah
manjadi Tato, dikarnakan oleh masuknya pengaruh dari bahasa jawa
kuno, sekitar tahun 1740. Dusun Tato masih dibawah pemerintahan Kerajaan Karang
Asem dari Pulau Bali, Lombok dan Bali [8](Sunda Kecil) masih satu pemerintahan
Kerajaan.
Pimpinan
kampung disebut keliang, jadi keliang kampung Tato yang pertama benama Gede pada
tahun 1756. Sebelum terbentuknya keliang dikampung Tato masih bergabung
kekampung Sandik, dikarnakan masyarakat yang mendiami Kampung Tato masih
sedikit, dan penhulu yang pertama bernama Mirate/Amaq Miali. Masjid
yang pertama dibangun masih berbentuk Jajar yang dijadikan musolla yang
berukuran sangat kecil yang lokasinya persis di tempat pengambilan air wudhu
sekarang. Tahun demi tahun masyarakat semakin berkembang serta Masjidnya pun
ikut mengalami pengembangan sampai lima kali perubahan, yang dikarnakan dari
tingkat kesadaran berkeyakinan (Iman) Agama Islam masyarakat Kampung Tato
kepada tuhan yang Maha Esa semakin kuat.
Conon
khabarnya masyarakat yang ada di dusun Tato menpmpuyai konstribusi yang sangat
besar terhahadap Kerajaan Mentaram (bawahan Kerajaan Karang Asem), penjajah
Belanda dan Jepang terutama pada sektor perluasan wilayah jajahan, pembukaan
lahan atau jalan yang ada di wilayah utara dan selatan Lombok, sehingga di
kenal dengan sebutan Ngayah (Kerja Rodi di penjajah Belanda dan Romusa di
penjajah Jepang) sehingga pada masa pembukaan jalan yang menuju ke wilayah
Lombok Utara tepatnya diperbatasan hutan Pusuk terdapat peninggalan Sumur tua,
yang biasa di sebut Lingkok Tato, conon orang tua yang dari tato yang membuat
Sumur, pada lokasi Sumur tersebut adalah tempat penduduk dari Kampung Tato yang
melakukan Kerja, maka digalinya tebing jalan itu dengan sebatang Cale
Pelocok (alat pembuat makanan sirih yang biasa dimakan orang tua pada zamannya)
semakin dalam digalinya pinggir tebing tersebut sampai ketemu mata air itupun
tidak disadarinya bahwa ada mata air digalian tersebut. Para pekerja yang dari
tato itu kehabisan bekal air minum pada waktu Ngayah (Kerja Rodi di zaman
penjajah Belanda), mau keselatan untuk mengambil air minum jauh sekali dan mau
keutara untuk mengambil air minum jalannya belum jadi, jalan setapak pun tidak
ada, dikarnakan hutan pusuk pada masa itu hutan belantara yang [9]penuh dengan bukit terjal, penggagas untuk
membuat Sumur adalah Buling Imbbit dan orang tua lainnya yang ikut Ngayah, lalu
dikerjakan oleh Ali (amaq Agok) dan Amin (amaq Merah). Sampai sekarang di
abadikan dan dibuat tempat persembahyangan oleh orang yang beragama hindu yang
masih keturunan Raja Karang Asem yang tinggal di Pulau Lombok, dan bukti
keberadaan peduduk Kampung Tato dari zaman dulu sekitar pertengahan abad ke
XVII-an dengan adanya kuburan tua (Makam) yang cara penguburannya menghadap
barat, kepalanya disebelah utara, dan kakinya disebelah selatan. Inilah juga
yang membuktikan masyarakatnya sudah memeluk agama Islam dari zaman Kerajaan
Selaparang dengan Rajanya Raden Mas Panji Anom. Jarak tempat pekuburan tersebut
250 meter disebelah barat Kampung Tato.
RIWAYAT PENDUDUK KAMPUNG TATO
I. Agama
Orang yang
pertama kali datang ke dusun Tato adalah masyarakat dari dusun Beleke Loteng
(Keturunan kesepuluh dari punggawa Kerajaan Pejanggik dengan Rajanya bernama
Raden Mas Meraja Kusuma) yaitu conon namanya, Mirate dan Gede (
menurut Informasi dari Amin/Amaq Merah Alm) sekitar tahun
1740 dan juga Mirate ini dikenal orang yang pandai
olahkanuragan juga pandai mengaji (membaca) Al’Quran yang didapatnya dari guru
yang menyebarkan ajaran agama Islam, dan Gedejuga dikenal orang
yang tegas didalam memberikan pendapat. Sebelum datang ke Tato Gede tinggal
dulu di Kampung Beleke, Desa Beleke, Kec. Gerung Lombok Barat. di Kampung
Beleke ini (Lombok Barat) ada saudara sulungnya yang sudah banyak keturunananya
sampai sekarang. Antara Mirate dan Gede masih saudara misan. Conon Kekeknya
mereka yang berasal dari Pejanggik (Punggawa Kerajaan Pejanggik), menurut
informasi yang di dapat dari Husen (H. Zaeni/tokoh masyarakat).
Pada
waktu perluasan daerah kekuasaan Kerajaan Selaparang (Kerajaan Islam pertama di
pulau Lombok) Kerajaan Selaparang dan Kerajaan Pejanggik, serta Kerajaan Langko
masih dalam satu keturunan. Setelah Mirate dan Gede menetap di [10]Kampung Tato selanjutnya masyarakat yang
ada didusun – dusun Marong, Ganti, dan Janeprie. Agama masyarakat kampung Tato
adalah Agama Islam yang sudah murni (bukan waktu Telu) sama seperti kampung
tetangganya kecuali Kampung Seraye yang memeluk agama Hindu, tapi sudah pindah.
II. Sosial Budaya
Letak Dusun
Tato yang sangat seterategis, untuk melanjutkan penghidupannya,
maka masyarakatnya bekerja dari berkebun dan bertani, untuk menjaga
kerukunan antar masyarakat pendatang maka untuk masuk ke Dusun Tato harus
melalui kepala pinpinan kampung, dan sangat tertutup sekali dengan pengaruh
dari kampung – kampung yang ada disekitarnya yaitu sebelah timur kampung
Sandik, sebelah utara kampung Seraye (bekas pemukiman orang Hindu keturunan
Karang Asem Bali, dan sekarang bermukim dibebrapa tempat yaitu bukit
Dudok, Bukit Loco, Kerandangan, dan juga yang pulang ke karang Seraye Pagesangan
Mataram) bekas pemukiman ini ditandai dengan adanya bekas Pure dan dua Sumur
satu Pancoran yang tidak pernah kering walaupun Sumur tersebut berada diatas
Bukit yang ceritanya dibuat oleh orang Hindu. sebelah selatan kampung Aiq Are,
dan sebelah barat kampung Senteluk, sehingga masyarakat Tato terkenal dengan
sebutan “Tato Primitive”. Mengapa dikatakan Primitive dan Kampung Tato,
karana ceritanya masyarakatnya masih Lugu, zaman anak Agung (Raja Karang Asem)
pergi untuk melihat-lihat daerah kekuasaannya yang kala itu masih disekitar
pulau Lombok bagin barat, sehingga sampailah rombongan Anak Agung di Tato, tapi
dengan keluguhan, kejujuran, kepatuhan, kesederhanaan dan ketaatannya maka
berubah sebutan tersebut menjadi “Kampung Tetu“, tetapi nama yang
kedua tidak biasa melunturkan nama yang pertama (Tato) yang berarti benar
adanya atau masyarakat penurut.
III. Keadaan Giografis
Dusun
Tato diapit oleh dua Bukit timur dan barat serta di sebelah utara Bukit Moncek
yang hampir dari semua arah bisa kita melihatnya kecuali dari arah Barat, [11]dan di sebelah selatan area persawahan
yang luas tempat bercocok tanam Masyarakat Kampung Tato, dan memiliki
sebuah Gua yang biasa disebut “Gua Nangklok” disebelah timur
yang di sisi kanan bawah gua terdapat situs batu yang ditulis dengan
aksara Sasak seperti aksara Jawa Kuno dan juga ukiran dibatu cadas berupa “Patung
Petafa” yang berbentuk orang bersemedi yang sekarang keberadaanya
sudah tidak ada. Menurut informasi dari Papuk Semet (Alm) di tahun 1860 dan ada
juga peninggalan yaitu empat buah sumur tua : “Lingkok Kebon yang ada di tato
kebun, lingkok Demung yang ada di tato timuk berdekatan dengan Nangklok,
lingkok tunjung yang ada di tato timuk bagian tengah, dan lingkok telaga yang
ada di tato barat bagian selatan, sumur inilah yang memenuhi air bersih
(tempat mengambil air minum) masyarakat kampung sampai sekarang ini yang tidak
pernah kering.
IV. Bahasa
Sekitar
tahun 1740 Dusun Tato dihuni oleh Dua kepala keluarga termasuk Mamiq
Mirate, Mamiq Mirate inilah yang sangat didengar pada waktu itu oleh masyarakat
yang ada, dan Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Petung Pejanggik yang
mirip dengan bahasa yang kita temukan sekarang didusun Beleke, Marong maupun
Pejanggik (Lombok Tengah), setelah lama mendiami Kampung Tato Mirate
menikah dengan putri dari Dusun Senteluk ( Keturunan Marong ) Sekitar
tahun 1756, dan dari hasil penikahan tersebut , maka dikaruniai tiga orang anak
: 1. Miali (Jeje), 2. Bukal, 3. H. Nurudin (Baloq Cenur), dari ketiga
anaknya hanya satu orang yang punya keturunan yaitu H. Nurudin/Baloq Cenur.
Baloq cenur/Haji Nurudin mempunyai putra dan putri sebelas orang dari hasil
perkawinan dengan seorang gadis dari dusun senteluk yang bernama Baloq Cenur
Nine. Zaman pernikahannya masih terikat sama adat dusun yang berbunyi “Beras
kance Beras dait Moto kance Moto” (Beras sama Beras dan Menir
sama Menir) yang berarti orang kaya sama orang kaya dan orang miskin sama orang
miskin yang masih dipengaruhi oleh masuknya budaya Bali (Kerajaan Karang Asem
Bali). sehingga pada [12]generasi ini kebetulan Baloq Cenur
termasuk orang yang berada pada saat itu, dan memiliki sebelas orang putra dan
putri. Maka bahasa mereka inilah yang terus berkembang dan digunakan sampai
saat ini sebagai bahasa keseharian masyarkat di Kampung Tato. kesebelas orang
putra dan putrinya tersebut adalah:
1. Nurudin (Amaq Sapiq), kawin ke dusun Puncang sari lauk
dan dusun Tato barat(misan)
2. Amaq Seriah, kawin ke dusun Tato satu kali
3. H. Abd Hamid (Ratisah), kawin ke dusun Tato dan Aiq
Are
4. Amaq Rukik, kawin ke dusun Sandik Atas
5. H. Mustafa(Dulahip/opak),kawin ke Puncangsari
lauk,Tato, dan Bengkaung
6. Inaq Bioq, kawin ke dusun Puncang sari lauk
7. Inaq Ijah ( tidak punya keturunan) kawin ke dusun
Montong Buwuh
8. Inaq Icah, kawin ke dusun Tato
9. Inaq Cembang, kawin ke dusun Tato
10. Hj Imah (Inaq Edon), kawin ke dusun Sandik Bawak, dan Dasan Agung Mtr
11. Rukiah (mati muda)
V. Kesenian
Masyarakat
Kampung Tato Memiliki alat kesenian teradisional yang mereka sebut dengan
Rebana di mana alat teradisional ini dipakai untuk menjadi alat pemersatu antar
kampung lebih –lebih antar desa dibidang kebudayaan, dan dipakai untuk penyebaran
Syare’at Islam. Disamping itu ada juga kesenian-kesenian yang berifat peribadi
contohnya seni Beladiri,Presean dan lain-lain
Masyarakat
Kampung Tato Memiliki beberapa kesenian yang dikembangkan antara lain
masyarakat Tato memiliki satu perangkat alat
kesenian teradisional yang mereka sebut dengan Rebane (tawak-tawak Tato) semacam
alat-alat gamelan di mana alat
teradisional ini dipakai untuk menjadi alat pemersatu antar kampung lebih–lebih
antar desa di bidang kebudayaan seperti untuk mengiringi pengantin dalam acara nyongkolan,
dan dipakai untuk mengumpulkan masyarkat pada saat penyebaran Syare’at Islam
saat itu. Di samping itu ada juga kesenian-kesenian yang bersifat peribadi
contohnya seni Beladiri seperti pencak Sasak yang dipelajari secara rahasia
bukan dipelajari secara terbuka sebagaimana seni-seni bela diri yang lain, Presean
juga seni beladiri bersifat pribadi yg tak terlepas dari perhatian masyarkat di
Tato yang mereka pelajari dan diaktualisasikan ketika ada kompetisi-kompetisi Presean
yang diadakan di lombok barat pada khususnya dan pulau Lombok pada umumnya. Dan
masih ada lagi kesenian-kesenian lain yang dikembangkan pada waktu-waktu tertentu.
VI. Pedidikan
Pada
bidang pendidikan masyarkat dusun Tato
menerima pendidikan turun temurun dari generasi sebelumnya kepada generasi
berikutnya melalui pendidikan keluarga, pendidikan yang paling utama dan sangat
efektif untuk mendidik pribadi dan masyarakat. Pendidikan sebagai
salah satu aspek dari ajaran Islam yang dianut penduduk Tato, antara lain yang
di tanamakan dalam pendidikan adalah akidah untuk ajaran yang berkaitan dengan
keimanan dan syariah untuk ajaran yang
berkaitan dengan amal nyata dalam kehidupan baik amal yang sudah digariskan
dalam sumber ajaran islam maupun kebiasaan-kebiasaan (adat) yang baik yang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Pendidikan nilai-nilai agama dalam pendidikan keluarga masyarakat
Tato dapat dipahami bahwa tujuan akhir pendidikannya adalah kesempurnaan ruh
(jiwa) manusia yang pada hakikatnya menjadi inti keberadaan manusia dalam
perjuangan hidupnya mencari keridhaan Allah. Dengan demikian, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama di Tato pada dasarnya memperoleh
tujuan ideal guna mengantarkan dan mengarahkan manusia dalam upaya memantapkan
dan menjaga kesucian jiwanya. Dapat pula dikatakan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah membentuk pribadi muslim seutuhnya adalah pribadi yang ideal
menurut ajaran Islam yakni, meliputi aspek-aspek individual, sosial dan aspek
intelektual. Semua aspek itu adalah sesuai dengan hakikatnya sebagai seorang muslim
yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada Allah Swt. sesuai tuntunan Alquran.
Selain
pendidikan keluarga, masyarakat juga
menyerahkan pendidikan putra putri mereka kapada guru-guru ngaji yang
mengajarkan membaca al-Qur’an dan kitab-kitab melayu klasik seperti kitab
Masa’ilah al muhtadi yang berisi tentang ilmu Ushuludin, Fiqih dan Tasawuf, jadi pendidikan sejak dini inilah selanjutnya
yang mewarnai hidup dan kehidupan masyarakat islam di Tato hingga saat ini.
Sementara
itu untuk pendidikan masa kini masyarakat dusun Tato sudah mulai memilih
pendidikan-pendidikan formal maupun norformal untuk pendidikan anak-anak mereka
agar dapat bersaing dalam kehidupan modern saat ini, sehinga rata-rata mereka
sudah dapat mengenyam pendidikan mulai dari TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, S1
dan bahkan ada beberapa masyarakat yang
sudah menyelesaikan pendidikan Magister (S2) baik di dalam Negeri maupun di
luar Negeri. Di Dusun ini juga telah didirikan berbagai Yayasan yang bergerak di
bidang Pendidikan dan sosial yang dihajatkan untuk meningkatkan semaraknya pendidikan dan kualitas hidup
masyarakat dibidang ekonomi, salah satunya adalah Yayasan “Ingin Maju” yang
terus dimajukan oleh para tokoh masyarakat kampung ini. Dengan demikian seiring majunya minat
masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak ini, pada akhirnya nanti kesan
“Belok Tato” (Tato Primitive) ini mulai terkikis sedikit demi
dedikit dan masyarakat Kampung Tato menjadi mayarakat yang maju dan mengikuti
perkembangan dunia modern tanpa meninggalkan tradisi dan kearifan lokal yang
dimiliki.
Demikian
sejarah singkat lahirnya kampung Tato dengan berbagai keunikanya sejak penghuni
pertamanya, asal usul nama kampung Tato, peninggalan-peninggalan sejarahnya
sampai perkembangan agama, adat, budaya bahkan pendidikan yang sampai saat ini
telah menjadi kampung yang cukup maju dan berkembang dari berbagai segi
kehidupan masyarakatnya.
Daftar
Pustaka
Agung,Dawan dan Rumiasta,
Ketut. Turunan Lontar Rereg Kediri, dari Gedung Kirtya Singaraja, dari
Ampenan Barat. 10 Desember 1940.
Babad Selaparang. Proyek Pengembangan Permuseuman
NTB. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
RI,1979.
Cool,W. De Lombok Expeditie.
Batavia-‘s-Gravenhage:G.Kolffs & Co.,1898
Dangin, LG. Turunan Lontar
Rereg Karang Asem, dari Gedung Kirtya Singaraja. Sindu
Cakranegara: 1941.
Ekalff. Memorie van Overgave
Assistant Residen van Lombok.1910.
Haas, De. Memorie van
Overgave Lombok.1906.
Jeudig Field. Een. Episode
uit de oarlog op Lombok door A.S.H. Booms, Gep. Luit Kolonel o.i.
Leger 1894.1895.
Lukman, Lalu. Babad Banjar
Getas. Mataram. 1955.
Mustiadi, Lalu, Lukman, Lalu dan
Blair, Dennis. Kotaragama, Sumber Adat Sasak di Lombok.
1963- 19 April 1976.
Neeb, Dr.C.J. dan Brusse, W.E. Naar
Lombok. 1897.
Nusa Tenggara Barat Membangun. Mataram: 17 Desember 1975.
Riwayat Hidup dan Pengabdian Mr.I
Gusti Ketut Puja
Rumiasta, Ketut . Turunan
Lontar Rereg Karang Asem, dari Gedung Kirtya Singaraja. Puma
Saba
Mataram, 16 April 1941.ahyarhaji@gmail.com
Salam, Solihin. Lombok Pulau
Perawan. Jakarta. Kuning Mas, 1992.
Sejarah Daerah NTB. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah
NTB. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI
Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945-1949
SH, Sastraamidjoyo. Tonggak
Perjalananku.
Sudiat, Imam. Hukum Waris
Sekilas menurut Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum
Kodifikasi. 1982-1993
Swaving, A.W. Naar
Aanleiding van de Oorzaken van de Lombok Catas trofe
Terjemahan dari Lombok
Expeditie.
Utrecht S.H,Dr. E. Sejarah
Hukum Internasional Bali dan Lombok. Bandung: Sumur Bandung,
1962
Van Eerde,J.C. Agraris
Aangelegen heden 20 Maret 1899- 20 April 1903.
Van der Kaaden, W.F. Geschiedenis
v/d Bestuursvoering over Bali en Lombok van 1898-1938.
Veenhuizen. Memorie van
Overgave Lombok 1902.
Vonck. Memorie van Overgave
Lombok 1912.
Wiranom, Raden. Lontar Babad
Praya dan Lontar Babad Mengawi, Pringgabaya
Wacana, Lalu. Babad Lombok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar