Sabtu, 25 Juni 2016

Pelangi Diatas Gua Nangklok Jilid II 25 Juni 2016 (1)




By : H. Ahyar, S.Pd., M.Pd.
KATA PENGANTAR

          Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah tulisan cerita rakyat dengan judul “Pelangi Diatas Gua Nangklok” yang di awali dengan sekilas sejarah Pulau Lombok dan kerajaan-kerajaannya, semoga tulisan ini bermanfaat untuk menambah khazanah cerita rakyat Sasak yang tak terpublikasikan dan belum banyak yang mengetahuinya.
Di Indonesia tumbuh berbagai cerita rakyat daerah dengan corak dan budaya yang berbeda beda. Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang di suatu daerah dan dianggap sebagai karya kolektif (milik bersama) masyarakat daerah itu. Banyak manfaat yang kita akan dapatkan dengan mendengarkan cerita rakyat. Salah satunya, kita akan memperoleh pengalaman berharga dari cerita tersebut, melalui peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh-tokohnya.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan cerita rakyat terutama bagi keluarga, tokoh-tokoh masyarakat di kampung Tato Terutama, Amaq Merah (Amin), Haji Zaeni (Usen) sebagai informan dan teman-teman yang telah memberikan masukan sehingga cerita ini dapat diselesaikan.
Sebagai manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan, penulis menyadari bahwa tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan tulisan ini.
Semoga tulisan cerita rakyat “Pelangi Diatas Gua Nangklok” ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis. Amin...

Batulayar, 17 Maret 2010
 

Penulis,






[1]SEKILAS SEJARAH PULAU LOMBOK
PADA ZAMAN KEDIRI DAN HINDU  TAHUN 1403

 Nenek Moyang suku Sasak, suku Bali, dan suku Java (Jawa) berasal dari Yunan Asia Tenggara sekitar abad ke XII yang datang ke Lombok Mirah (Lombok Barat) dan Sasak Adi (Lombok Timur) ditemukan dalam buku Negarakertagama. dibuktikan dengan ditemukannya tulisan  lontar  namun masih dalam bentuk cerita yang  masih bercampur dengan legenda misalnya lontar “Dayan Nada” atau lontar “Datu Berenga” hampir sama sifatnya dengan cerita seperti “Panji” sebagai “Cupak Gerantang” juga lontar yang menamakan “Babad Suwung” yang artinya kesunyian atau sepi,  bahwa meceritakan tentang kesunyian atau kenyamanan Pulau Lombok. Sekitar Abad ini, diawali dengan zaman Kediri yang memperluas Kerajaannya keluar Pulau Jawa dan kemudian zaman Hindu yang terbukti dari Bencangah (silsilah) yang kebanyakkan terdapat sama berdatangan yang memakai Rakit (sasak) yang menamakan dirinya penduduk asli Suku Sasak, yang kala itu kita ketahui bahwa penduduknya belum beragama (animisme) sesuai dengan kepercayaan dari seluruh Nusantara, pada akhir abad XIII dan awal abad XIV, yang terakhir datang adalah agama Islam pada abad XVI. secara beangsur-angsur pula masyarakat Lombok pindah beragama ke agama Islam.

KERAJAAN – KERAJAAN DI PULAU LOMBOK

I.        Kerajaan Selaparang pada abad XIV
         
Salah satu pembuktian adanya kerajaan di  Pulau Lombok adalah keberadaan dari kerajaan Selaparang  yang berpusat di Labuhan Lombok (Lombok Timur) dengan Rajanya bernama Prabu Indrajaya. Prabu Indrajaya anak  dari Demung Mumbul atau Batara Mumbul, menurut silsilah selaparang Demung Mumbul ini dipanggil Prabu Turunan, adik dari Pangeran Kaesari , keturunan  Prabu Tunggul Ametung, Raja Kediri yang di bunuh oleh Ken Arok di tahun 1220s , yang dua tahun kemudian mengangkat dirinya menjadi raja Singasari di Jawa.
          Demung Mumbul diperkirakan datang ke Pulau Lombok pada akhir abad ke XIII atau tepatnya abad XIV waktu awal terjadinya kerajaan Majapahit di Pulau Java [2](Jawa) dan pertama menemukan kota Labuhan dengan semua pengikut serta berdiam disana sampai meninggal dan dikebumikan di bukit (gunung kayangan) Lombok Timur.
          Setelah Demung Mumbul Wafat maka yang menggantikannya adalah anak yang paling tua yaitu Indrajaya. Dimasa kekuasaannya pusat kerajaan dipindah dari teluk Labuhan (sekarang  pelabuhan lombok) ke Selaparang, dengan alasan bahwa tingkat keamanan dari serangan musuh, dan pada saat ini pula Pulau Lombok ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit yang sedang berkuasa di jawa dengan Patihnya bernama Gajah Mada. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa prasasti tentang pernah datangnya Patih Gajah Mada  di Lombok, yang mana mulai waktu itu, meskipun Kerajaan Selaparang merupakan Kerajaan yang berdiri sendiri, namun bernaung dibawah Kerajaan Majapahit.
          Setelah prabu Indrajaya mangkat maka yang meneruskan pemerintahannya adalah anak tertuanya Raden Mas Panji anom atau Prabu Anom, pada masa pemerintahannya seluruh Pulau Lombok dijadikan satu kerajaan yaitu Kerajaan Selaparang bahkan Pulau Lombok pun dinamakan pulau Selaparang. Pada masa pemerintahannya inilah diperkirakan awal masuknya Islam ke Pulau Lombok.
          Prabu Anom mempunyai dua orang Putra, yang sulung  bernama Raden Mas Panji yang dilahirkan dari salah seorang permaesuri, yang terkenal dengan nama Raden Mas Panji Tilar Negara, karna sesuatu hal maka semasa kecil disebrangkan ke Alas di pulau Sumbawa, dan Prabu Anom yang menurut riwayat yang menjatuhkan hukuman mati kepada putranya. Yang dipetik dari kisah Babad Selaparang. Dengan diawali runtuhnya Kerajaann Majapahit di Pulau Java (Jawa) sehingga kerajaan-kerajaan kecil  yang ada di Pulau Lombok seperti Kerajaan Lombok , Langko, Pejanggik, Sokong, dan Bayan, dan beberapa desa kecil seperti  Pujut, tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, Kentawang  sebagai Kerajaan - kerajaan yang berdiri Sendiri (merdeka). Yang paling terkenal di seluruh Nusantara adalah Kerajaan Lombok, karna letak kerajaan Labuhan Lombok  yang begitu indah dan nyaman maka banyak para pedagang yang dari Palembang, Banten, Gersik, dan Sulawesi  [3]berkunjung, dan  sekitar Abad XVI diperkirakan Sunan Prapen putra dari Sunan Giri salah seorang Wali Songo dari Jawa datang untuk membawa  ajaran Agama Islam ke para penduduk dan Kerajaan yang ada di Pulau Lombok, dibuktikan dengan beralihnya kepercayaan Raja Prabu Anom yang semula beragama Hindu akhirnya beralih memeluk Agama Islam.
          Sementara Kerajaan Selaparang mendapat gangguan – gangguan kecil (masalah) dari Kerajaan Gelgel yang berada di Bali, karna Raja Gelgel tidak mau melihat berkembangnya kerajaan di Lombok semakin maju, terutama kehidupan agama Islam di Lombok, yang dapat mengacam keselamatan Negara Gelgel. Pada tahun 1520s mencoba untuk menaklukkan Selaparang (Pulau Lombok) tapi tidak berhasil. Dengan segala cara Kerajaan Gelgel menakukkan Kerajaan Selaparang, contohnya dengan memasukan paham baru berupa synkretisme Hindu Islam yang dibawa oleh Dangking Nirartha, sehingga dapat mempengaruhi beberapa pemimpin di Lombok yang belum lama memeluk Agama Islam. Sehingga  berakibat lambannya perkembangan kerajaan-kerajan kecil di Lombok , sedangkan Kerajaan Selaparang tidak mampu mempersatukan Kerajaan-kerajaan yang kecil tersebut dibawah pemerintahannya.

II.     Kerajaan Pejanggik Pada Abad XV
          Sejak runtuhnya Kerajaan Majapahit di Jawa maka Kerajaan – Kerajaan kecil yang ada di Pulau Lombok menjadi merdeka. Seperti kerajaan Pejanggik, namun Kerajaan  Selaparang yang sebagai Kerajaan yang lebih besar ternyata tidak mampu untuk menyatukan semua Kerajaan yang ada di Pulau Lombok .
          Pada dasarnya semua kerajaan yang ada di Pulau Lombok ada hubungan kekeluargaan seperti Kerajaan Selaparang, dan Pejanggik, oleh karna itu kedua kerajaan tersebut Rajanya  bergelar “ Pamben” , sedangkan untuk kerajaan yang kecil seperti  Pujut, Tempit, Langko, Bayan, dan Sokong cukup dengan gelar “kedatuan” atau “Datu”. Raja Pejanggik kala itu benama Raden Mas Meraja Kusuma dan di masa beliau berkuasa Kerajaan Pejanggik berkembang dengan pesat, setelah [4]Arya Banjar Getas di nobatkan menjadi Senopati. Cerita Arya Banjar Getas berasal dari Jawa Timur yang datang dengan gagah berani bersama  pengikutnya ke Kedatuan Sokong sekitar abad ke XVI sehingga biasa menetap di daerah Sokong. Setelah Arya Banjar Getas di benci oleh Datu Sokong  yang dikarnakan Arya Banjar Getas sewaktu membikin Patung Emas permaesuri Datu Sokong yang sangat belau sayangi, ada seekor lalat yang hinggap pas pada kemaluan patung tersebut lalu meninggalkan satu titik sebagai tahi lalat, lalu setelah selesai Patung Emas itu dibikin, langsung diserahkan ke sang Datu, dan Datu menerimanya dengan senang hati, dan dilihatnya oleh Datu ada tahi lalat yang sama pada kemaluan Patung mendiang  permaesurinya.  Ini yang membuat Datu curiga kepada Arya Banjar Getas, seolah – olah  Arya Banjar Getas pernah berbuat serong kepada mending istrinya semasa masih hidup, kemudian Datu mengumpulkan pembesar-pembesar bawahannya untuk mengadakan rapat rahasia yang intinya untuk membunuh Arya Banjar Getas, terdengar hasil rapat rahasia tersebut olehnya lalu Arya Banjar Getas memutuskan dengan pengiringnya untuk meninngalkan Sokong dan beberapa hari kemudian sampailah rombongan tersebut di Desa wanasaba Lombok Timur dengan keadaan sakit, sehingga di Desa Wanasaba terdapat kampung yang bernama Banjar Getas. Tidak sampai disitu penderitaan yang dialami oleh Arya banjar Getas, diakibatkan pertemuannya dengan Raja Selaparang yang pada tengah pertemuannya terjadi peristiwa jatuhnya putri raja dari tangga yang dilaluinya hingga dengan tidak sengaja Arya Banjar Getas menangkap sang putri yang disaksikan oleh para  pembesar kerajaan yang sedang menyambutnya  dan Arya Banjar Getas dituduh tidak senonoh, lalu diserangnya Arya Banjar Getas oleh pasukan Selaparang yang akhirnya keluar melarikan diri ke kerajaan Pejanggik, dan di Kerajaan inilah beliau mengabdi, sehingga membuat retaknya hubungan antara kerajaan Selaparang dengan Pejanggik.

III.    Kerajaan Langko pada akhir Abad XV
          Setelah wafatnya Prabu Anom  Raja Selaparang maka yang melajutkan pemerintahannya adalah putranya yang kedua yaitu Raden Mas Pakel, mengapa [5]tidak putra mahkota atau yang sulung?, dikarnakan putra mahkota yaitu Raden Mas Panji Tilar Negara sudah dihukum dan diasingkan ke Pulau Sumbawa yaitu di Kedemangan Alas. Setelah  Ayah Prabunya wafat maka Raden Mas Panji Tilar Negara kembali ke Lombok atas saran Patih Ayahandanya yaitu Patih Singarepa dan juga beliaulah yang menyelamatkan Raden Mas Panji Tilar Negara dari hukuman mati Ayahandanya, dan Raden Mas Panji Tilar Negara tidak mau kembali ke Kerajaan Selaparang dengan maksud agar tidak ada sengketa antara dia dengan saudaranya. Kemudian Raden Mas Panji Tilar Negara membuat pemukiman baru di Hutan Setembeng.
          Setelah pedukuhan terbentuk maka dari sinilah beliau menjalankan pemerintahan dengan suasana yang damai, lalu Adipati Tembeng yaitu Raden Mas Panji Tilar Negara melakukan perkawinan dengan putrinya Patih Singarepa . dalam pekawinan ini beliau dikaruniai dua orang putra yaitu Raden Pringganala dan Raden Terunajaya . setelah Raden Mas Panji Tilar Negara meninggal dan putranya beanjak dewasa maka dinobatkanlah Raden Pringganala  anaknya yang sulung sebagai penggantinya, dan Raden Mas Panji Tilar Negara dimakamkan didaerah Tembeng.
          Suatu hari kedua bersaudara ini berselisih pendapat, yang akhirnya Raden Teruajaya yang mengalah dan diusir keluar dari daerah Tembeng, sehingga menemukan pemukiman baru di hutan yang penuh dengan pohon Lengkukun. Didengar oleh Patih Singarepa tentang cucunya yang meninggalkan Adipati Tembeng maka beliau menyusul ke hutan Lengkukun itu hingga bertemu. Didalam pertemuan itu Raden Terunajaya menceritakan tentang perselisihan dengan kakaknya yang dianggap hal  untuk menjaga kedaulatan kakaaknya (peduli kepada kakaknya), dan oleh kakaknya  nasehat dari adiknya  dianggap ikut campur didalam urusannya. Kakeknya menyalahkan kebijaksanaan yang diambil oleh kakaknya,  sehingga selanjutnya pedukuhan baru itu dinamai “Langko” yang lama kelamaan menjadi kedatuan Langko dengan pemimpinnya yaitu Raden Terunajaya.
            Dari Langkolah Raden Terunajaya memerangi kakaknya yang dibantu oleh kakeknya sehingga dimenangkan oleh pasukan Raden Terunajaya, maka [6]disatukannya Langko sama Tembeng jadi sebuah kerajaan, dan kakaknya pergi dari Tembeng lalu ke Praubanyer disinilah beliau menetap hingga mempunyai empat putri, adiknya juga dikaruniai empat putra, supaya mereka bersatu kembali maka atas usul kakeknya (Adipati Singarepa) semua putra dan putri dari kedua bersaudara ini di nikahkan maka Raden Pringgalana dan Raden Terunajaya setuju, akhirnya yang paling sulun dinikahkan dengan yang sulung dan yang paling bungsu dinikahkan dengan yang paling bungsu, yang paling sulung bernama Raden Ajiundak dan Denda Supayang. Setelah Raden Terunajaya meninggal maka yang naik tahta adalah Raden Ajiundak. Pada masa pemerintahannyalah Arya Banjar Getas Datang ke Bumi Lombok.

SEJARAH KAMPUNG TATO

TERBENTUKNYA  KAMPUNG TATO PADA TAHUN 1740

Dusun Tato terletak  Km 6 kearah utara dari Kota Ampenan yaitu di Desa Sandik Kec. Batulayar Kab.Lombok Barat Provensi  Nusa Tenggara Barat, dan tempatnya sangat seterategis yaitu dibawah lereng bukit yang suhu udaranya sangat sejuk pada pagi hari dan jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk kota Mataram.
Ketika mendengar atau menyebut nama kampung Tato, maka yang tergambar dalam benak banyak orang adalah pernyataan  yang mengatakan bahwa kampung ini namanya berasal dari kata tetato’ yang berarti boneka, patung atau sejenisnya, bahkan ada juga yang mengatakan berasal dari kata “tatoo” yang maksudnya adalah lukisan atau gambar indah pada bagian tubuh tertentu seseorang yang dilukis menggunakan tinta permanen, ini adalah sebagian dari pernyataan orang yang salah mengerti tentang asal usul nama kampung Tato tersebut.
Cerita di bawah ini akan menjelaskan kepada para pembaca tentang asal usul mengapa kampung ini diberi nama kampung Tato dengan berbagai keunikan adat budaya di dalamnya  agar tidak menyalahartikan nama kampung Tato ini.

Dulu pada zaman kerajaan Pejanggik, dusun Tato belum ada penghuninya. Setelah kerajaan Pejanggik rutuh yang dikarnakan adanya pemberontakan dari senopatinya sendiri yaitu Arya Banjar Getas yang bersekutu dengan kerajaan Karang Asem Bali sehingga terjadinya perjanjian pembagian pulau Lombok yang dikenal dengan “Perjanjian Timur dan Barat Juring”   dimana Kerajaan Karang Asem membangun kota yang pertama di Tanjung Karang   dengan Raja yang pertama bernama Gusti Wayan Tegah, Keraton yang pertama dibangun di Tanjung Karang di pindahkan ke Mentaram, sedangkan Arya banjar Getas mendirikan kedatuannya di Memela’ dengan bergelar Sureng Rana. Di Memela’ Arya Banjar Getas membangun Masjid dan Pasar, sehingga Agama Isalm berkembang dengan sangat pesat.
[7]Arya Banjar Getas mempunyai tiga putra dan putri yaitu Dende Wiracandra yang dikawinkan dengan Panji Langko, menantunya ini diberi kekuasaan dari desa Mujur, Marong, Ganti dan terus ke laut sebelah timur, Raden Juruh diberi kekuasaan di Batukliang, dan putranya lagi yaitu Raden Ronton yang tinggal di Memela’ setelah  Arya Banjar Getas meninggal maka yang menggantikannya adalah putranya Raden Ronton yang memindahkan ibu kotanya dari Memela’ ke hutan Berora, kemudian disebut Praya. Setelah beliau meninggal maka yang menggantikannya yaitu putranya Raden Lombok yang kawin dengan putri Raja Sokong dandikaruniai seorang putra bernama Dene’ Bangli. Setelah meninggal Dene’ Bangli yang menggantikannya adalah Raden Mumbul yang bersaudara dengan Raden Pengantin, setelah Raden Mumbul meninggal maka yang naik tahta yaitu anak dari Raden Mumbul yaitu Raden Wiratmaja, pada masa pemerintahan Wiratmajalah banyak daerah kekuasaannya diambil oleh Kerajaan Karang Asem Bali, sehingga timbullah perang Praya I.
Terbentuknya Kampung Tato ini akibat dari banyaknya peperangan yang ditibulkan oleh pemberontakan kerajaan-kerajaan kecil yang ada dibawah kekuasaan Raja Karang Asem, sehingga orang-orang dari berbagai dusun termasuk dusun marong, beleke, ganti dan mujur yang ikut membantu Kerajaan atau orang yang setia mengabdi kepada Raja, maka diberikan tanah garapan ( tanah Jaba ) sebagai hak milik dan langsung mendiami tanah garapan tersebut dan juga membayar upeti ke Kerajaan Mentaram (Raja Pajang).
 Pada zaman Kerajaan Karang Asem Kampung Tato dihuni oleh Dua orang kepala keluarga pendatang (yang diberi garapan tanah), sehingga pada masa itulah ditemukan Nama Tata, sesuai dengan keadaan dan situasi yang ditemukan pada kala itu, karena lokasi kampung tato yang berbukit-bukit, sehingga para pengabdi Kerajaan Karang Asem (Anak Agung) menyuruh menata tanah yang berbukit tersebut. Lama – lama Nama Tata berubah manjadi Tato, dikarnakan oleh masuknya pengaruh dari bahasa jawa kuno, sekitar tahun 1740. Dusun Tato masih dibawah pemerintahan Kerajaan Karang Asem dari Pulau Bali, Lombok dan Bali [8](Sunda Kecil) masih satu pemerintahan Kerajaan.
Pimpinan kampung disebut keliang, jadi keliang kampung Tato yang pertama benama Gede pada tahun 1756. Sebelum terbentuknya keliang dikampung Tato masih bergabung kekampung Sandik, dikarnakan masyarakat yang mendiami Kampung Tato masih sedikit, dan penhulu yang pertama bernama Mirate/Amaq Miali. Masjid yang pertama dibangun masih berbentuk Jajar yang dijadikan musolla yang berukuran sangat kecil yang lokasinya persis di tempat pengambilan air wudhu sekarang. Tahun demi tahun masyarakat semakin berkembang serta Masjidnya pun ikut mengalami pengembangan sampai lima kali perubahan, yang dikarnakan dari tingkat kesadaran berkeyakinan (Iman) Agama Islam masyarakat Kampung Tato kepada tuhan yang Maha Esa semakin kuat.
Conon khabarnya masyarakat yang ada di dusun Tato menpmpuyai konstribusi yang sangat besar terhahadap Kerajaan Mentaram (bawahan Kerajaan Karang Asem), penjajah Belanda dan Jepang terutama pada sektor perluasan wilayah jajahan, pembukaan lahan atau jalan yang ada di wilayah utara dan selatan Lombok, sehingga di kenal dengan sebutan  Ngayah (Kerja Rodi di penjajah Belanda dan Romusa di penjajah Jepang) sehingga pada masa pembukaan jalan yang menuju ke wilayah Lombok Utara tepatnya diperbatasan hutan Pusuk terdapat peninggalan Sumur tua, yang biasa di sebut Lingkok Tato, conon orang tua yang dari tato yang membuat Sumur, pada lokasi Sumur tersebut adalah tempat penduduk dari Kampung Tato yang melakukan Kerja, maka digalinya tebing jalan itu dengan  sebatang Cale Pelocok (alat pembuat makanan sirih yang biasa dimakan orang tua pada zamannya) semakin dalam digalinya pinggir tebing tersebut sampai ketemu mata air itupun tidak disadarinya bahwa ada mata air digalian tersebut. Para pekerja yang dari tato itu kehabisan bekal air minum pada waktu Ngayah (Kerja Rodi di zaman penjajah Belanda), mau keselatan untuk mengambil air minum jauh sekali dan mau keutara untuk mengambil air minum jalannya belum jadi, jalan setapak pun tidak ada, dikarnakan hutan pusuk pada masa itu hutan belantara yang [9]penuh dengan bukit terjal, penggagas untuk membuat Sumur adalah Buling Imbbit dan orang tua lainnya yang ikut Ngayah, lalu dikerjakan oleh Ali (amaq Agok) dan Amin (amaq Merah). Sampai sekarang di abadikan dan dibuat tempat persembahyangan oleh orang yang beragama hindu yang masih keturunan Raja Karang Asem yang tinggal di Pulau Lombok, dan bukti keberadaan peduduk Kampung Tato dari zaman dulu sekitar pertengahan abad ke XVII-an dengan adanya kuburan tua (Makam) yang cara penguburannya menghadap barat, kepalanya disebelah utara, dan kakinya disebelah selatan. Inilah juga yang membuktikan masyarakatnya sudah memeluk agama Islam dari zaman Kerajaan Selaparang dengan Rajanya Raden Mas Panji Anom. Jarak tempat pekuburan tersebut  250 meter disebelah barat Kampung Tato.

RIWAYAT PENDUDUK KAMPUNG TATO
I.            Agama

Orang yang pertama kali datang ke dusun Tato adalah masyarakat dari dusun Beleke Loteng (Keturunan kesepuluh dari punggawa Kerajaan Pejanggik dengan Rajanya bernama Raden Mas Meraja Kusuma) yaitu conon namanya, Mirate dan Gede ( menurut Informasi dari Amin/Amaq Merah Alm) sekitar tahun 1740 dan juga Mirate ini dikenal orang yang pandai olahkanuragan juga pandai mengaji (membaca) Al’Quran yang didapatnya dari guru yang menyebarkan ajaran agama Islam, dan Gedejuga dikenal orang yang tegas didalam memberikan pendapat. Sebelum datang ke Tato Gede tinggal dulu di Kampung Beleke, Desa Beleke, Kec. Gerung Lombok Barat. di Kampung Beleke ini (Lombok Barat) ada saudara sulungnya yang sudah banyak keturunananya sampai sekarang. Antara Mirate dan Gede masih saudara misan. Conon Kekeknya mereka yang berasal dari Pejanggik (Punggawa Kerajaan Pejanggik), menurut informasi yang di dapat dari Husen (H. Zaeni/tokoh masyarakat).
  Pada waktu perluasan daerah kekuasaan Kerajaan Selaparang (Kerajaan Islam pertama di pulau Lombok) Kerajaan Selaparang dan Kerajaan Pejanggik, serta Kerajaan Langko masih dalam satu keturunan. Setelah Mirate dan Gede menetap di [10]Kampung Tato selanjutnya masyarakat yang ada didusun – dusun Marong, Ganti, dan Janeprie. Agama masyarakat kampung Tato adalah Agama Islam yang sudah murni (bukan waktu Telu) sama seperti kampung tetangganya kecuali Kampung Seraye yang memeluk agama Hindu, tapi sudah pindah.
II.         Sosial Budaya
Letak Dusun Tato yang sangat seterategis,  untuk melanjutkan penghidupannya, maka  masyarakatnya bekerja dari berkebun dan bertani, untuk menjaga kerukunan antar masyarakat pendatang maka untuk masuk ke Dusun Tato harus melalui kepala pinpinan kampung, dan sangat tertutup sekali dengan pengaruh dari kampung – kampung yang ada disekitarnya yaitu sebelah timur kampung Sandik, sebelah utara kampung Seraye (bekas pemukiman orang Hindu keturunan Karang Asem Bali, dan sekarang bermukim dibebrapa tempat yaitu bukit  Dudok, Bukit Loco, Kerandangan, dan juga yang pulang ke karang Seraye Pagesangan Mataram) bekas pemukiman ini ditandai dengan adanya bekas Pure dan dua Sumur satu Pancoran yang tidak pernah kering walaupun Sumur tersebut berada diatas Bukit yang ceritanya dibuat oleh orang Hindu. sebelah selatan kampung Aiq Are, dan sebelah barat kampung Senteluk, sehingga masyarakat Tato terkenal dengan sebutan “Tato Primitive”. Mengapa dikatakan Primitive dan Kampung Tato, karana ceritanya masyarakatnya masih Lugu, zaman anak Agung (Raja Karang Asem) pergi untuk melihat-lihat daerah kekuasaannya yang kala itu masih disekitar pulau Lombok bagin barat, sehingga sampailah rombongan Anak Agung di Tato, tapi dengan keluguhan, kejujuran, kepatuhan, kesederhanaan dan ketaatannya maka berubah sebutan tersebut menjadi “Kampung Tetu“, tetapi nama yang kedua tidak biasa melunturkan nama yang pertama (Tato) yang berarti benar adanya atau masyarakat penurut.
III.       Keadaan Giografis
 Dusun Tato diapit oleh dua Bukit timur dan barat serta di sebelah utara Bukit Moncek yang hampir dari semua arah bisa kita melihatnya kecuali dari arah Barat, [11]dan di sebelah selatan area persawahan yang luas tempat bercocok tanam Masyarakat  Kampung Tato, dan memiliki sebuah Gua yang biasa disebut “Gua Nangklok” disebelah timur yang di sisi kanan bawah gua terdapat situs  batu yang ditulis dengan aksara Sasak seperti aksara Jawa Kuno dan juga ukiran dibatu cadas berupa “Patung Petafa” yang berbentuk orang bersemedi yang sekarang keberadaanya sudah tidak ada. Menurut informasi dari Papuk Semet (Alm) di tahun 1860 dan ada juga peninggalan yaitu empat buah sumur tua : “Lingkok Kebon yang ada di tato kebun, lingkok Demung yang ada di tato timuk berdekatan dengan Nangklok, lingkok tunjung yang ada di tato timuk bagian tengah, dan lingkok telaga yang ada di tato barat bagian selatan, sumur inilah yang  memenuhi air bersih (tempat mengambil air minum) masyarakat kampung sampai sekarang ini yang tidak pernah kering.
IV.        Bahasa
Sekitar tahun 1740 Dusun Tato dihuni oleh Dua kepala keluarga termasuk Mamiq Mirate, Mamiq Mirate inilah yang sangat didengar pada waktu itu oleh masyarakat yang ada, dan Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Petung Pejanggik yang mirip dengan bahasa yang kita temukan sekarang didusun Beleke, Marong maupun Pejanggik (Lombok Tengah), setelah lama mendiami Kampung Tato Mirate  menikah dengan putri dari Dusun Senteluk ( Keturunan Marong ) Sekitar tahun 1756, dan dari hasil penikahan tersebut , maka dikaruniai tiga orang anak : 1. Miali (Jeje), 2.  Bukal, 3. H. Nurudin (Baloq Cenur), dari ketiga anaknya hanya satu orang yang punya keturunan yaitu H. Nurudin/Baloq Cenur. Baloq cenur/Haji Nurudin mempunyai putra dan putri sebelas orang dari hasil perkawinan dengan seorang gadis dari dusun senteluk yang bernama Baloq Cenur Nine. Zaman pernikahannya masih terikat sama adat dusun yang berbunyi “Beras kance Beras dait  Moto kance Moto” (Beras sama Beras dan   Menir sama Menir) yang berarti orang kaya sama orang kaya dan orang miskin sama orang miskin yang masih dipengaruhi oleh masuknya budaya Bali (Kerajaan Karang Asem Bali). sehingga pada [12]generasi ini kebetulan Baloq Cenur termasuk orang yang berada pada saat itu, dan memiliki sebelas orang putra dan putri. Maka bahasa mereka inilah yang terus berkembang dan digunakan sampai saat ini sebagai bahasa keseharian masyarkat di Kampung Tato. kesebelas orang putra dan putrinya tersebut adalah:
1.    Nurudin (Amaq Sapiq), kawin ke dusun Puncang sari lauk dan dusun Tato barat(misan)
2.    Amaq Seriah, kawin ke dusun Tato satu kali
3.    H. Abd Hamid (Ratisah), kawin ke dusun Tato dan Aiq Are
4.    Amaq Rukik, kawin ke dusun Sandik Atas
5.    H. Mustafa(Dulahip/opak),kawin ke Puncangsari lauk,Tato, dan Bengkaung
6.    Inaq Bioq, kawin ke dusun Puncang sari lauk
7.    Inaq Ijah ( tidak punya keturunan) kawin ke dusun Montong Buwuh
8.    Inaq Icah, kawin ke dusun Tato
9.    Inaq Cembang, kawin ke dusun Tato
10. Hj Imah (Inaq Edon), kawin ke dusun Sandik Bawak, dan Dasan Agung Mtr
11. Rukiah (mati muda)

V.           Kesenian

Masyarakat Kampung Tato Memiliki alat kesenian teradisional yang mereka sebut dengan Rebana di mana alat teradisional ini dipakai untuk menjadi alat pemersatu antar kampung lebih –lebih antar desa dibidang kebudayaan, dan dipakai untuk penyebaran Syare’at Islam. Disamping itu ada juga kesenian-kesenian yang berifat peribadi contohnya seni Beladiri,Presean dan lain-lain
Masyarakat Kampung Tato Memiliki beberapa kesenian yang dikembangkan antara lain masyarakat Tato memiliki  satu perangkat alat kesenian teradisional yang mereka sebut dengan Rebane (tawak-tawak Tato) semacam alat-alat gamelan  di mana alat teradisional ini dipakai untuk menjadi alat pemersatu antar kampung lebih–lebih antar desa di bidang kebudayaan seperti untuk mengiringi pengantin dalam acara nyongkolan, dan dipakai untuk mengumpulkan masyarkat pada saat penyebaran Syare’at Islam saat itu. Di samping itu ada juga kesenian-kesenian yang bersifat peribadi contohnya seni Beladiri seperti pencak Sasak yang dipelajari secara rahasia bukan dipelajari secara terbuka sebagaimana seni-seni bela diri yang lain, Presean juga seni beladiri bersifat pribadi yg tak terlepas dari perhatian masyarkat di Tato yang mereka pelajari dan diaktualisasikan ketika ada kompetisi-kompetisi Presean yang diadakan di lombok barat pada khususnya dan pulau Lombok pada umumnya. Dan masih ada lagi kesenian-kesenian lain yang dikembangkan  pada waktu-waktu tertentu.

VI.        Pedidikan

Pada bidang  pendidikan masyarkat dusun Tato menerima pendidikan turun temurun dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya melalui pendidikan keluarga, pendidikan yang paling utama dan sangat efektif untuk mendidik pribadi dan masyarakat. Pendidikan sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam yang dianut penduduk Tato, antara lain yang di tanamakan dalam pendidikan adalah  akidah untuk ajaran yang berkaitan dengan keimanan dan  syariah untuk ajaran yang berkaitan dengan amal nyata dalam kehidupan baik amal yang sudah digariskan dalam sumber ajaran islam maupun kebiasaan-kebiasaan (adat) yang baik yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Pendidikan nilai-nilai agama dalam pendidikan keluarga masyarakat Tato dapat dipahami bahwa tujuan akhir pendidikannya adalah kesempurnaan ruh (jiwa) manusia yang pada hakikatnya menjadi inti keberadaan manusia dalam perjuangan hidupnya mencari keridhaan Allah. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama di Tato pada dasarnya memperoleh tujuan ideal guna mengantarkan dan mengarahkan manusia dalam upaya memantapkan dan menjaga kesucian jiwanya. Dapat pula dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim seutuhnya adalah pribadi yang ideal menurut ajaran Islam yakni, meliputi aspek-aspek individual, sosial dan aspek intelektual. Semua aspek itu adalah sesuai dengan hakikatnya sebagai seorang muslim yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada Allah Swt. sesuai tuntunan Alquran.
Selain pendidikan keluarga,  masyarakat juga menyerahkan pendidikan putra putri mereka kapada guru-guru ngaji yang mengajarkan membaca al-Qur’an dan kitab-kitab melayu klasik seperti kitab Masa’ilah al muhtadi yang berisi tentang ilmu Ushuludin, Fiqih dan Tasawuf,  jadi pendidikan sejak dini inilah selanjutnya yang mewarnai hidup dan kehidupan masyarakat islam di Tato hingga saat ini.
Sementara itu untuk pendidikan masa kini masyarakat dusun Tato sudah mulai memilih pendidikan-pendidikan formal maupun norformal untuk pendidikan anak-anak mereka agar dapat bersaing dalam kehidupan modern saat ini, sehinga rata-rata mereka sudah dapat mengenyam pendidikan mulai dari TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, S1 dan bahkan  ada beberapa masyarakat yang sudah menyelesaikan pendidikan Magister (S2) baik di dalam Negeri maupun di luar Negeri. Di Dusun ini juga telah didirikan berbagai Yayasan yang bergerak di bidang Pendidikan dan sosial yang dihajatkan untuk meningkatkan  semaraknya pendidikan dan kualitas hidup masyarakat dibidang ekonomi, salah satunya adalah Yayasan “Ingin Maju” yang terus dimajukan oleh para tokoh masyarakat kampung ini.  Dengan demikian seiring majunya minat masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak ini, pada akhirnya nanti kesan “Belok Tato” (Tato Primitive) ini mulai terkikis sedikit demi dedikit dan masyarakat Kampung Tato menjadi mayarakat yang maju dan mengikuti perkembangan dunia modern tanpa meninggalkan tradisi dan kearifan lokal yang dimiliki.
Demikian sejarah singkat lahirnya kampung Tato dengan berbagai keunikanya sejak penghuni pertamanya, asal usul nama kampung Tato, peninggalan-peninggalan sejarahnya sampai perkembangan agama, adat, budaya bahkan pendidikan yang sampai saat ini telah menjadi kampung yang cukup maju dan berkembang dari berbagai segi kehidupan masyarakatnya.

Daftar Pustaka

Agung,Dawan dan Rumiasta, Ketut. Turunan Lontar Rereg Kediri, dari Gedung Kirtya Singaraja, dari   Ampenan Barat. 10 Desember 1940.
Babad Selaparang. Proyek Pengembangan Permuseuman NTB. Departemen Pendidikan dan            Kebudayaan RI,1979.
Cool,W. De Lombok Expeditie. Batavia-‘s-Gravenhage:G.Kolffs & Co.,1898
Dangin, LG. Turunan Lontar Rereg Karang Asem, dari Gedung Kirtya Singaraja. Sindu         Cakranegara: 1941.
Ekalff. Memorie van Overgave Assistant Residen van Lombok.1910.
Haas, De. Memorie van Overgave Lombok.1906.
Jeudig Field. Een. Episode uit de oarlog op Lombok door A.S.H. Booms, Gep. Luit Kolonel o.i.           Leger 1894.1895.
Lukman, Lalu. Babad Banjar Getas. Mataram. 1955.
Mustiadi, Lalu, Lukman, Lalu dan Blair, Dennis. Kotaragama, Sumber Adat Sasak di Lombok.           1963- 19 April 1976.
Neeb, Dr.C.J. dan Brusse, W.E. Naar Lombok. 1897.
Nusa Tenggara Barat Membangun. Mataram: 17 Desember 1975.
Riwayat Hidup dan Pengabdian Mr.I Gusti Ketut Puja
Rumiasta, Ketut . Turunan Lontar Rereg Karang Asem, dari Gedung Kirtya Singaraja. Puma             Saba Mataram, 16 April 1941.ahyarhaji@gmail.com
Salam, Solihin. Lombok Pulau Perawan. Jakarta. Kuning Mas, 1992.
Sejarah Daerah NTB. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah NTB. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945-1949
SH, Sastraamidjoyo. Tonggak Perjalananku.
Sudiat, Imam. Hukum Waris Sekilas menurut Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum          Kodifikasi. 1982-1993
Swaving, A.W. Naar Aanleiding van de Oorzaken van de Lombok Catas trofe
Terjemahan dari Lombok Expeditie.
Utrecht S.H,Dr. E. Sejarah Hukum Internasional Bali dan Lombok. Bandung: Sumur Bandung,          1962
Van Eerde,J.C. Agraris Aangelegen heden 20 Maret 1899- 20 April 1903.
Van der Kaaden, W.F. Geschiedenis v/d Bestuursvoering over Bali en Lombok van 1898-1938.
Veenhuizen. Memorie van Overgave Lombok 1902.
Vonck. Memorie van Overgave Lombok 1912.
Wiranom, Raden. Lontar Babad Praya dan Lontar Babad Mengawi, Pringgabaya
Wacana, Lalu. Babad Lombok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar