Selasa, 28 Juni 2016

Kampung Tato Dulu hingga Masa Kini 2016

KATA PENGANTAR

          Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah tulisan cerita rakyat dengan judul “Pelangi Diatas Gua Nangklok” yang di awali dengan sekilas sejarah Pulau Lombok dan kerajaan-kerajaannya, semoga tulisan ini bermanfaat untuk menambah khazanah cerita rakyat Sasak yang tak terpublikasikan dan belum banyak yang mengetahuinya.
Di Indonesia tumbuh berbagai cerita rakyat daerah dengan corak dan budaya yang berbeda beda. Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang di suatu daerah dan dianggap sebagai karya kolektif (milik bersama) masyarakat daerah itu. Banyak manfaat yang kita akan dapatkan dengan mendengarkan cerita rakyat. Salah satunya, kita akan memperoleh pengalaman berharga dari cerita tersebut, melalui peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh-tokohnya.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan cerita rakyat terutama bagi keluarga, tokoh-tokoh masyarakat di kampung Tato Terutama, Amaq Merah (Amin), Haji Zaeni (Usen) sebagai informan dan teman-teman yang telah memberikan masukan sehingga cerita ini dapat diselesaikan.
Sebagai manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan, penulis menyadari bahwa tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan tulisan ini.
Semoga tulisan cerita rakyat “Pelangi Diatas Gua Nangklok” ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis. Amin...

Batulayar, 17 Maret 2010
 

Penulis,






SEJARAH KAMPUNG TATO

Dusun Tato terletak  Km 6 ke arah utara dari Kota Ampenan yaitu di Desa Sandik Kec. Batulayar Kab. Lombok Barat Provensi  Nusa Tenggara Barat, dan tempatnya sangat seterategis yaitu dibawah lereng bukit yang suhu udaranya sangat sejuk pada pagi hari dan jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk kota Mataram.
Ketika mendengar atau menyebut nama kampung Tato, maka yang tergambar dalam benak banyak orang adalah pernyataan  yang mengatakan bahwa kampung ini namanya berasal dari kata tetato’ yang berarti boneka, patung atau sejenisnya, bahkan ada juga yang mengatakan berasal dari kata “tatoo” yang maksudnya adalah lukisan atau gambar indah pada bagian tubuh tertentu seseorang yang dilukis menggunakan tinta permanen, ini adalah sebagian dari pernyataan orang yang salah mengerti tentang asal usul nama kampung Tato tersebut.
Cerita di bawah ini akan menjelaskan kepada para pembaca tentang asal usul mengapa kampung ini diberi nama kampung Tato dengan berbagai keunikan adat budaya di dalamnya  agar tidak menyalahartikan nama kampung Tato ini.

Asal usul nama kampung “Tato”

Dulu pada zaman kerajaan Pejanggik, dusun Tato belum ada penghuninya. Setelah kerajaan Pejanggik rutuh yang dikarnakan adanya pemberontakan dari senopatinya sendiri yaitu Arya Banjar Getas yang bersekutu dengan kerajaan Karang Asem Bali sehingga terjadinya perjanjian pembagian pulau Lombok yang dikenal dengan “Perjanjian Timur dan Barat Juring”   dimana Kerajaan Karang Asem membangun kota yang pertama di Tanjung Karang   dengan Raja yang pertama bernama Gusti Wayan Tegah, Keraton yang pertama dibangun di Tanjung Karang di pindahkan ke Mentaram, sedangkan Arya banjar Getas mendirikan kedatuannya di Memela’ dengan bergelar Sureng Rana. Di Memela’ Arya Banjar Getas membangun Masjid dan Pasar, sehingga Agama Isalm berkembang dengan sangat pesat.
Arya Banjar Getas mempunyai tiga putra dan putri yaitu Dende Wiracandra yang dikawinkan dengan Panji Langko, menantunya ini diberi kekuasaan dari desa Mujur, Marong, Ganti dan terus ke laut sebelah timur, Raden Juruh diberi kekuasaan di Batukliang, dan putranya lagi yaitu Raden Ronton yang tinggal di Memela’ setelah  Arya Banjar Getas meninggal maka yang menggantikannya adalah putranya Raden Ronton yang memindahkan ibu kotanya dari Memela’ ke hutan Berora, kemudian disebut Praya.
Setelah beliau meninggal maka yang menggantikannya yaitu putranya Raden Lombok yang kawin dengan putri Raja Sokong dan dikaruniai seorang putra bernama Dene’ Bangli. Setelah meninggal Dene’ Bangli yang menggantikannya adalah Raden Mumbul yang bersaudara dengan Raden Pengantin, setelah Raden Mumbul meninggal maka yang naik tahta yaitu anak dari Raden Mumbul yaitu Raden Wiratmaja, pada masa pemerintahan Wiratmajalah banyak daerah kekuasaannya diambil oleh Kerajaan Karang Asem Bali, sehingga timbullah perang Praya I.
Terbentuknya Kampung Tato ini akibat dari banyaknya peperangan yang ditibulkan oleh pemberontakan kerajaan-kerajaan kecil yang ada dibawah kekuasaan Raja Karang Asem, sehingga orang-orang dari berbagai dusun termasuk dusun marong, beleke, ganti dan mujur yang ikut membantu Kerajaan atau orang yang setia mengabdi kepada Raja, maka diberikan tanah garapan ( tanah Jaba ) sebagai hak milik dan langsung mendiami tanah garapan tersebut dan juga membayar upeti ke Kerajaan Mentaram (Raja Pajang).
 Pada zaman Kerajaan Karang Asem, Kampung Tato dihuni oleh Dua orang kepala keluarga pendatang (yang diberi garapan tanah), sehingga pada masa itulah ditemukan Nama Tata, sesuai dengan keadaan dan situasi yang ditemukan pada kala itu, karena lokasi kampung tato yang berbukit-bukit, sehingga para pengabdi Kerajaan Karang Asem (Anak Agung) menyuruh menata tanah yang berbukit tersebut. Lama – lama Nama Tata berubah manjadi Tato, dikarnakan oleh masuknya pengaruh dari bahasa jawa kuno, sekitar tahun 1740. Dusun Tato masih dibawah pemerintahan Kerajaan Karang Asem dari Pulau Bali, Lombok dan Bali [8](Sunda Kecil) masih satu pemerintahan Kerajaan.
Pimpinan kampung disebut keliang, jadi keliang kampung Tato yang pertama benama Gede pada tahun 1756. Sebelum terbentuknya keliang, dikampung Tato masih bergabung ke kampung Sandik, dikarnakan masyarakat yang mendiami Kampung Tato masih sedikit, dan penghulu yang pertama bernama Mirate (Amaq Miali). Masjid yang pertama dibangun masih berbentuk Jajar yang dijadikan musolla yang berukuran sangat kecil yang lokasinya persis di tempat pengambilan air wudhu sekarang. Tahun demi tahun masyarakat semakin berkembang serta Masjidnya pun ikut mengalami pengembangan sampai lima kali perubahan, yang dikarnakan dari tingkat kesadaran berkeyakinan (Iman) Agama Islam masyarakat Kampung Tato kepada tuhan yang Maha Esa semakin kuat.
Konon kabarnya masyarakat yang ada di dusun Tato menpmpuyai konstribusi yang sangat besar terhahadap Kerajaan Mentaram (bawahan Kerajaan Karang Asem), penjajah Belanda dan Jepang terutama pada sektor perluasan wilayah jajahan, pembukaan lahan atau jalan yang ada di wilayah utara dan selatan Lombok, sehingga di kenal dengan sebutan  Ngayah (Kerja Rodi di penjajah Belanda dan Romusa di penjajah Jepang) sehingga pada masa pembukaan jalan yang menuju ke wilayah Lombok Utara tepatnya diperbatasan hutan Pusuk terdapat peninggalan Sumur tua, yang biasa di sebut Lingkok Tato, konon orang tua yang dari Tato yang membuat Sumur, pada lokasi Sumur tersebut adalah tempat penduduk dari Kampung Tato yang melakukan Kerja, maka digalinya tebing jalan itu dengan  sebatang Cale Pelocok (alat pembuat makanan sirih yang biasa dimakan orang tua pada zamannya) semakin dalam digalinya pinggir tebing tersebut sampai ketemu mata air itupun tidak disadarinya bahwa ada mata air digalian tersebut. Para pekerja yang dari tato itu kehabisan bekal air minum pada waktu Ngayah (Kerja Rodi di zaman penjajah Belanda), mau ke selatan untuk mengambil air minum jauh sekali dan mau ke utara untuk mengambil air minum jalannya belum jadi, jalan setapak pun tidak ada, dikarnakan hutan pusuk pada masa itu hutan belantara yang  penuh dengan bukit terjal, penggagas untuk membuat Sumur adalah Buling Imbit dan orang tua lainnya yang ikut Ngayah, lalu dikerjakan oleh Ali (amaq Agok) dan Amin (amaq Merah). Sampai sekarang di abadikan dan dibuat tempat persembahyangan oleh orang yang beragama hindu yang masih keturunan Raja Karang Asem yang tinggal di Pulau Lombok, dan bukti keberadaan peduduk Kampung Tato dari zaman dulu sekitar pertengahan abad ke XVII-an dengan adanya kuburan tua (Makam) yang cara penguburannya menghadap barat, kepalanya disebelah utara, dan kakinya disebelah selatan. Inilah juga yang membuktikan masyarakatnya sudah memeluk agama Islam dari zaman Kerajaan Selaparang dengan Rajanya Raden Mas Panji Anom. Jarak tempat pekuburan tersebut  250 meter disebelah barat Kampung Tato.
Agama masyarakat Kampung Tato

Orang yang pertama kali datang ke dusun Tato adalah masyarakat dari dusun Beleke Loteng (Keturunan kesepuluh dari punggawa Kerajaan Pejanggik dengan Rajanya bernama Raden Mas Meraja Kusuma) yaitu konon namanya, Mirate dan Gede ( menurut Informasi dari Amin/Amaq Merah Alm) sekitar tahun 1740 dan juga Mirate ini dikenal orang yang pandai olah kanuragan juga pandai mengaji (membaca) Al-Quran yang didapatnya dari guru yang menyebarkan ajaran agama Islam, dan Gede juga dikenal orang yang tegas didalam memberikan pendapat. Sebelum datang ke Tato Gede tinggal dulu di Kampung Beleke, Desa Beleke, Kec. Gerung Lombok Barat. di Kampung Beleke ini ada saudara sulungnya yang sudah banyak keturunananya sampai sekarang. Antara Mirate dan Gede masih saudara misan. Konon Kakek mereka yang berasal dari Pejanggik (Punggawa Kerajaan Pejanggik), menurut informasi yang di dapat dari Husen (H. Zaeni/tokoh masyarakat).
Umumnya orang Sasak memeluk agama Islam, akan tetapi dalam penghayatannya mereka membedakan diri menjadi golongan Islam Murni dan Islam Wetu Telu. Golongan yang pertama menjalankan ajaran agama Islam dengan baik. Golongan yang kedua mengakui Allah dan Nabi Muhammad, akan tetapi lebih banyak menjaga kesucian batin dan tingkah lakunya menurut ajaran nenek moyang, selain itu mereka banyak melakukan upacara di tempat yang dianggap dihuni roh nenek moyang (kemali). Golongan kedua ini amat percaya bahwa di alam sekitar mereka hidup makhlus halus, batara guru, bidadari, bebodo, bakeq (hantu), belata, bebai, gegendu dan bermacam leyak (makhluk jadi-jadian). Hal-hal yang berhubungan dengan perbuatan gaib dan magis mereka lakukan dengan bantuan belian (syaman/dukun).
  Pada waktu perluasan daerah kekuasaan Kerajaan Selaparang (Kerajaan Islam pertama di pulau Lombok) Kerajaan Selaparang dan Kerajaan Pejanggik, serta Kerajaan Langko masih dalam satu keturunan. Setelah Mirate dan Gede menetap di Kampung Tato selanjutnya masyarakat yang ada didusun – dusun Marong, Ganti, dan Janeprie. Agama masyarakat kampung Tato saat ini adalah Agama Islam yang sudah murni (bukan waktu Telu) sama seperti kampung tetangganya.

Sosial  Budaya

Letak Dusun Tato yang sangat seterategis,  untuk melanjutkan penghidupannya, maka  masyarakatnya bekerja dari berkebun dan bertani, untuk menjaga kerukunan antar masyarakat pendatang maka untuk masuk ke Dusun Tato harus melalui kepala pinpinan kampung, dan sangat tertutup sekali dengan pengaruh dari kampung – kampung yang ada disekitarnya yaitu sebelah timur kampung Sandik, sebelah utara kampung Seraye (bekas pemukiman orang Hindu keturunan Karang Asem Bali, dan sekarang bermukim dibebrapa tempat yaitu bukit  Dudok, Bukit Loco, Kerandangan, dan juga yang pulang ke karang Seraye Pagesangan Mataram) bekas pemukiman ini ditandai dengan adanya bekas Pure dan dua Sumur satu Pancoran yang tidak pernah kering walaupun Sumur tersebut berada diatas Bukit yang ceritanya dibuat oleh orang Hindu. sebelah selatan kampung Aiq Are, dan sebelah barat kampung Senteluk.
Masyarakat Tato terkenal dengan sebutan “Belok Tato” (Tato Primitive) dalam bahasa Indonesia artinya “Tato bodoh (sasak : Bongoh), penurut, lugu ”. Mengapa dikatakan Primitive, karena menurut cerita masyarakatnya masih Lugu, zaman anak Agung (Raja Karang Asem) pergi untuk melihat-lihat daerah kekuasaannya yang kala itu masih disekitar pulau Lombok bagin barat, sehingga sampailah rombongan Anak Agung di Tato, tapi dengan keluguhan, kejujuran, kepatuhan, kesederhanaan dan ketaatannya maka berubah sebutan tersebut menjadi “Kampung Tetu“, tetapi nama yang kedua tidak biasa melunturkan nama yang pertama (Tato) yang berarti benar adanya atau masyarakat penurut.
          Pada bidang Adat dan Budaya masyarakat kampung Tato sama seperti masyarakat Sasak pada umumnya menyelenggarakan Upacara adat kelahiran, Upacara adat Pernikahan, dan Upacara adat kematian, contoh dalam upacara kematian yang dilaksanakan sebelum acara penguburan meliputi beberapa tahapan yaitu :
Masyarakat kampung Tato menganut agama Islam sehingga setiap ada yang meninggal ada beberapa proses yang dilalui. Pertama kali yang dilakukan adalah memukul beduk dengan irama pukulan yang panjang. Hal ini sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa ada salah seorang warga yang meninggal. Setelah itu maka masyarakat berdatangan baik dari desa tersebut atau desa-desa yang lain yang masih dinyatakan ada hubungan famili, kerabat persahabatan dan handai taulan. Kedatangan masyarakat ke tempat acara kematian tersebut disebut langar (Melayat).
Tradisi belangar bertujuan untuk menghibur teman, sahabat yang di tinggalkan mati oleh keluarganya, Mereka biasanya membawa beras seadanya guna membantu meringankan beban yang terkena  musibah.
Adapun upacara-upacara yang dilaksanakan sebelum penguburan meliputi beberapa persiapan yaitu : Upacara ini dilakukan keluarga untuk doa keselamatan arwah yang meninggal dengan harapan dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa selain itu  keluarga yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan dan cobaan.  Rangkaian upacara kematian pada masyarakat kampung Tato yaitu hari pertama disebut  nuyusur tanaq. Pemberian informasi kepada warga desa bahwa ada yang meninggal. Hari kedua tidak ada yang bersifat ritual. Hari ketiga disebut nelung yaitu penyiapan makanan untuk disodakahkan  dan  didoakan. Hari keempat, kelima dan  keenambiasanya tidak ada acara. Hari ketujuh disebut Mituq dirangkai dengan pembacaan Al-Qur’an. Hari kedelapan tidak ada acara ritual yang dilaksanakan, dan hari kesembilan yang sebut Nyiwaq dengan acara akhir perebahan jangkih. Smentara setiap malamnya diisi dengan zikiran atau yasinan selama sembilan malam sampai malam nyiwaq.

Keadaan Geografis

Dusun Tato diapit oleh dua Bukit timur dan barat serta di sebelah utara Bukit Moncek yang hampir dari semua arah bisa kita melihatnya kecuali dari arah Barat,  dan di sebelah selatan area persawahan yang luas tempat bercocok tanam Masyarakat  Kampung Tato, dan memiliki sebuah Gua yang biasa disebut “Gua Nangklok” di sebelah timur  sisi kanan bawah gua terdapat situs  batu yang ditulis dengan aksara Sasak seperti aksara Jawa Kuno dan juga ukiran dibatu cadas berupa “Patung Petapa” yang berbentuk orang bersemedi yang sekarang sudah tidak ada, walaupun demikina masih ada saja sebagian masyarakat yg melakukan pertapaan di tempat ini untuk meminta kebaikan-kebaikan kepada Tuhan, melalui pertapaan tersebut sebagian mereka ada yang memohon diberikan kedigjayaan dalam ilmu dunia yang mereka sebut “sentegoh” (ilmu kebal), ada juga yang memohon kekayaan dan sebagainya.
Menurut informasi dari Papuk Semet (Alm) sejak tahun 1860  ada juga peninggalan lain yang berupa empat buah sumur tua yaitu : Lingkok Kebon yang ada di Tato kebun, Lingkok Demung yang ada di Tato timuk berdekatan dengan Nangklok,  Lingkok tunjung yang ada di Tato timuk bagian tengah, dan Lingkok telage yang ada di Tato barat bagian selatan, sumur inilah yang  memenuhi air bersih (tempat mengambil air minum) masyarakat kampung Tato sampai sekarang dan sumur-sumur tersebut tidak pernah kering sepanjang tahun meskipun musim kemarau panjang terjadi.

Bahasa mayarakat Tato

Sekitar tahun 1740 Dusun Tato dihuni oleh Dua kepala keluarga termasuk Mamiq Mirate, Mamiq Mirate inilah yang sangat didengar pada waktu itu oleh masyarakat yang ada, dan Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Petung Pejanggik yang mirip dengan bahasa yang kita temukan sekarang didusun Beleke, Marong maupun Pejanggik (Lombok Tengah).
Sementara kalau kita perhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek (cara pengucapan) maupun kosa katanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya secara umum bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Bagian Utara), Ngeto-Ngete (Lombok Bagian Tenggara), Meno-Mene (Lombok Bagian Tengah), Ngeno-N gene (Lombok Bagian Tengah), Mriak-Mriku (Lombok Bagian Selatan)
Setelah lama mendiami Kampung Tato, Mirate  menikah dengan putri dari Dusun Senteluk   ( Keturunan Marong ) Sekitar tahun 1756, dan dari hasil penikahan tersebut , maka dikaruniai tiga orang anak : 1. Miali (Jeje), 2.  Bukal, 3. H. Nurudin (Baloq Cenur), dari ketiga anaknya hanya satu orang yang punya keturunan yaitu H. Nurudin/Baloq Cenur. Baloq cenur/Haji Nurudin mempunyai putra dan putri sebelas orang dari hasil perkawinan dengan seorang gadis dari dusun senteluk yang bernama Baloq Cenur Nine. Zaman pernikahannya masih terikat sama adat dusun yang berbunyi “Beras kance Beras dait  Moto kance Moto” (Beras sama Beras dan   Menir sama Menir) yang berarti orang kaya sama orang kaya dan orang miskin sama orang miskin yang masih dipengaruhi oleh masuknya budaya Bali (Kerajaan Karang Asem Bali). sehingga pada generasi ini kebetulan Baloq Cenur termasuk orang yang berada pada saat itu, dan memiliki sebelas orang putra dan putri. Maka bahasa mereka inilah yang terus berkembang dan digunakan sampai saat ini sebagai bahasa keseharian masyarkat di Kampung Tato.

Kesenian

Masyarakat Kampung Tato Memiliki beberapa kesenian yang dikembangkan antara lain masyarakat Tato memiliki  satu perangkat alat kesenian teradisional yang mereka sebut dengan Rebane (tawak-tawak Tato) semacam alat-alat gamelan  di mana alat teradisional ini dipakai untuk menjadi alat pemersatu antar kampung lebih–lebih antar desa di bidang kebudayaan seperti untuk mengiringi pengantin dalam acara nyongkolan, dan dipakai untuk mengumpulkan masyarkat pada saat penyebaran Syare’at Islam saat itu. Di samping itu ada juga kesenian-kesenian yang bersifat peribadi contohnya seni Beladiri seperti pencak Sasak yang dipelajari secara rahasia bukan dipelajari secara terbuka sebagaimana seni-seni bela diri yang lain, Presean juga seni beladiri bersifat pribadi yg tak terlepas dari perhatian masyarkat di Tato yang mereka pelajari dan diaktualisasikan ketika ada kompetisi-kompetisi Presean yang diadakan di lombok barat pada khususnya dan pulau Lombok pada umumnya. Dan masih ada lagi kesenian-kesenian lain yang dikembangkan  pada waktu-waktu tertentu.

Pedidikan

Pada bidang  pendidikan masyarkat dusun Tato menerima pendidikan turun temurun dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya melalui pendidikan keluarga, pendidikan yang paling utama dan sangat efektif untuk mendidik pribadi dan masyarakat. Pendidikan sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam yang dianut penduduk Tato, antara lain yang di tanamakan dalam pendidikan adalah  akidah untuk ajaran yang berkaitan dengan keimanan dan  syariah untuk ajaran yang berkaitan dengan amal nyata dalam kehidupan baik amal yang sudah digariskan dalam sumber ajaran islam maupun kebiasaan-kebiasaan (adat) yang baik yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Pendidikan nilai-nilai agama dalam pendidikan keluarga masyarakat Tato dapat dipahami bahwa tujuan akhir pendidikannya adalah kesempurnaan ruh (jiwa) manusia yang pada hakikatnya menjadi inti keberadaan manusia dalam perjuangan hidupnya mencari keridhaan Allah. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama di Tato pada dasarnya memperoleh tujuan ideal guna mengantarkan dan mengarahkan manusia dalam upaya memantapkan dan menjaga kesucian jiwanya. Dapat pula dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim seutuhnya adalah pribadi yang ideal menurut ajaran Islam yakni, meliputi aspek-aspek individual, sosial dan aspek intelektual. Semua aspek itu adalah sesuai dengan hakikatnya sebagai seorang muslim yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada Allah Swt. sesuai tuntunan Alquran.
Selain pendidikan keluarga,  masyarakat juga menyerahkan pendidikan putra putri mereka kapada guru-guru ngaji yang mengajarkan membaca al-Qur’an dan kitab-kitab melayu klasik seperti kitab Masa’ilah al muhtadi yang berisi tentang ilmu Ushuludin, Fiqih dan Tasawuf,  jadi pendidikan sejak dini inilah selanjutnya yang mewarnai hidup dan kehidupan masyarakat islam di Tato hingga saat ini.
Sementara itu untuk pendidikan masa kini masyarakat dusun Tato sudah mulai memilih pendidikan-pendidikan formal maupun norformal untuk pendidikan anak-anak mereka agar dapat bersaing dalam kehidupan modern saat ini, sehinga rata-rata mereka sudah dapat mengenyam pendidikan mulai dari TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, S1 dan bahkan  ada beberapa masyarakat yang sudah menyelesaikan pendidikan Magister (S2) baik di dalam Negeri maupun di luar Negeri. Di Dusun ini juga telah didirikan berbagai Yayasan yang bergerak di bidang Pendidikan dan sosial yang dihajatkan untuk meningkatkan  semaraknya pendidikan dan kualitas hidup masyarakat dibidang ekonomi, salah satunya adalah Yayasan “Ingin Maju” yang terus dimajukan oleh para tokoh masyarakat kampung ini.  Dengan demikian seiring majunya minat masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak ini, pada akhirnya nanti kesan “Belok Tato” (Tato Primitive) ini mulai terkikis sedikit demi dedikit dan masyarakat Kampung Tato menjadi mayarakat yang maju dan mengikuti perkembangan dunia modern tanpa meninggalkan tradisi dan kearifan lokal yang dimiliki.
Demikian sejarah singkat lahirnya kampung Tato dengan berbagai keunikanya sejak penghuni pertamanya, asal usul nama kampung Tato, peninggalan-peninggalan sejarahnya sampai perkembangan agama, adat, budaya bahkan pendidikan yang sampai saat ini telah menjadi kampung yang cukup maju dan berkembang dari berbagai segi kehidupan masyarakatnya.

Sumber: Ahyar Haji (2010). Pelangi di Atas Gua Nangklok jilid 1. 

1 komentar:

  1. Mr. Gamble Casinos | Do you need a Casino ID to play?
    As for slots, you do not need to login to a 과천 출장마사지 casino with a 안동 출장마사지 license, and your browser cannot 평택 출장샵 play casino games in your 구미 출장마사지 browser. In 인천광역 출장마사지 fact, it is

    BalasHapus