KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nyalah
sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah tulisan cerita rakyat dengan judul “Pelangi
Diatas Gua Nangklok” yang di awali dengan sekilas sejarah Pulau Lombok dan
kerajaan-kerajaannya, semoga tulisan ini bermanfaat untuk menambah khazanah
cerita rakyat Sasak yang tak terpublikasikan dan belum banyak yang
mengetahuinya.
Di Indonesia tumbuh
berbagai cerita rakyat daerah dengan corak dan budaya yang berbeda beda. Cerita
rakyat adalah cerita yang berkembang di suatu daerah dan dianggap sebagai karya
kolektif (milik bersama) masyarakat daerah itu. Banyak manfaat yang kita akan
dapatkan dengan mendengarkan cerita rakyat. Salah satunya, kita akan memperoleh
pengalaman berharga dari cerita tersebut, melalui peristiwa-peristiwa yang
dialami tokoh-tokohnya.
Ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan cerita
rakyat terutama bagi keluarga, tokoh-tokoh masyarakat di kampung Tato Terutama,
Amaq Merah (Amin), Haji Zaeni (Usen) sebagai informan dan teman-teman yang
telah memberikan masukan sehingga cerita ini dapat diselesaikan.
Sebagai manusia biasa
yang tak lepas dari kesalahan, penulis menyadari bahwa tulisan ini sangat jauh
dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
berbagai pihak demi kesempurnaan tulisan ini.
Semoga tulisan cerita
rakyat “Pelangi Diatas Gua Nangklok” ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan khususnya bagi penulis. Amin...
Batulayar, 17 Maret 2010
Penulis,
SEJARAH
KAMPUNG TATO
Dusun Tato
terletak Km 6 ke arah utara dari Kota Ampenan yaitu di Desa Sandik Kec.
Batulayar Kab. Lombok Barat Provensi Nusa Tenggara Barat, dan tempatnya
sangat seterategis yaitu dibawah lereng bukit yang suhu udaranya sangat sejuk
pada pagi hari dan jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk kota Mataram.
Ketika
mendengar atau menyebut nama kampung Tato, maka yang tergambar dalam benak banyak
orang adalah pernyataan yang mengatakan
bahwa kampung ini namanya berasal dari kata tetato’ yang berarti
boneka, patung atau sejenisnya, bahkan ada juga yang mengatakan berasal dari
kata “tatoo” yang maksudnya adalah lukisan atau gambar indah pada
bagian tubuh tertentu seseorang yang dilukis menggunakan tinta permanen, ini
adalah sebagian dari pernyataan orang yang salah mengerti tentang asal usul
nama kampung Tato tersebut.
Cerita di
bawah ini akan menjelaskan kepada para pembaca tentang asal usul mengapa
kampung ini diberi nama kampung Tato dengan berbagai keunikan adat budaya di
dalamnya agar tidak menyalahartikan nama
kampung Tato ini.
Asal usul nama kampung “Tato”
Dulu pada
zaman kerajaan Pejanggik, dusun Tato belum ada penghuninya. Setelah kerajaan
Pejanggik rutuh yang dikarnakan adanya pemberontakan dari senopatinya sendiri
yaitu Arya Banjar Getas yang bersekutu dengan kerajaan Karang Asem Bali
sehingga terjadinya perjanjian pembagian pulau Lombok yang dikenal dengan
“Perjanjian Timur dan Barat Juring” dimana Kerajaan Karang Asem
membangun kota yang pertama di Tanjung Karang dengan Raja yang
pertama bernama Gusti Wayan Tegah, Keraton yang pertama dibangun di Tanjung
Karang di pindahkan ke Mentaram, sedangkan Arya banjar Getas mendirikan
kedatuannya di Memela’ dengan bergelar Sureng Rana. Di Memela’ Arya Banjar
Getas membangun Masjid dan Pasar, sehingga Agama Isalm berkembang dengan sangat
pesat.
Arya Banjar
Getas mempunyai tiga putra dan putri yaitu Dende Wiracandra yang dikawinkan
dengan Panji Langko, menantunya ini diberi kekuasaan dari desa Mujur, Marong,
Ganti dan terus ke laut sebelah timur, Raden Juruh diberi kekuasaan di
Batukliang, dan putranya lagi yaitu Raden Ronton yang tinggal di Memela’
setelah Arya Banjar Getas meninggal maka yang menggantikannya adalah
putranya Raden Ronton yang memindahkan ibu kotanya dari Memela’ ke hutan
Berora, kemudian disebut Praya.
Setelah
beliau meninggal maka yang menggantikannya yaitu putranya Raden Lombok yang
kawin dengan putri Raja Sokong dan dikaruniai seorang putra bernama Dene’
Bangli. Setelah meninggal Dene’ Bangli yang menggantikannya adalah Raden Mumbul
yang bersaudara dengan Raden Pengantin, setelah Raden Mumbul meninggal maka
yang naik tahta yaitu anak dari Raden Mumbul yaitu Raden Wiratmaja, pada masa
pemerintahan Wiratmajalah banyak daerah kekuasaannya diambil oleh Kerajaan
Karang Asem Bali, sehingga timbullah perang Praya I.
Terbentuknya
Kampung Tato ini akibat dari banyaknya peperangan yang ditibulkan oleh
pemberontakan kerajaan-kerajaan kecil yang ada dibawah kekuasaan Raja Karang
Asem, sehingga orang-orang dari berbagai dusun termasuk dusun marong, beleke,
ganti dan mujur yang ikut membantu Kerajaan atau orang yang setia mengabdi kepada
Raja, maka diberikan tanah garapan ( tanah Jaba ) sebagai hak milik dan
langsung mendiami tanah garapan tersebut dan juga membayar upeti ke Kerajaan
Mentaram (Raja Pajang).
Pada
zaman Kerajaan Karang Asem, Kampung Tato dihuni oleh Dua orang kepala keluarga
pendatang (yang diberi garapan tanah), sehingga pada masa itulah ditemukan
Nama Tata, sesuai dengan keadaan dan situasi yang ditemukan pada
kala itu, karena lokasi kampung tato yang berbukit-bukit, sehingga para
pengabdi Kerajaan Karang Asem (Anak Agung) menyuruh menata tanah
yang berbukit tersebut. Lama – lama Nama Tata berubah
manjadi Tato, dikarnakan oleh masuknya pengaruh dari bahasa jawa
kuno, sekitar tahun 1740. Dusun Tato masih dibawah pemerintahan Kerajaan Karang
Asem dari Pulau Bali, Lombok dan Bali [8](Sunda Kecil) masih satu pemerintahan
Kerajaan.
Pimpinan
kampung disebut keliang, jadi keliang kampung Tato yang pertama benama Gede pada
tahun 1756. Sebelum terbentuknya keliang, dikampung Tato masih bergabung ke kampung
Sandik, dikarnakan masyarakat yang mendiami Kampung Tato masih sedikit, dan penghulu
yang pertama bernama Mirate (Amaq Miali). Masjid yang pertama
dibangun masih berbentuk Jajar yang dijadikan musolla yang berukuran sangat
kecil yang lokasinya persis di tempat pengambilan air wudhu sekarang. Tahun
demi tahun masyarakat semakin berkembang serta Masjidnya pun ikut mengalami
pengembangan sampai lima kali perubahan, yang dikarnakan dari tingkat kesadaran
berkeyakinan (Iman) Agama Islam masyarakat Kampung Tato kepada tuhan yang Maha
Esa semakin kuat.
Konon kabarnya
masyarakat yang ada di dusun Tato menpmpuyai konstribusi yang sangat besar
terhahadap Kerajaan Mentaram (bawahan Kerajaan Karang Asem), penjajah Belanda
dan Jepang terutama pada sektor perluasan wilayah jajahan, pembukaan lahan atau
jalan yang ada di wilayah utara dan selatan Lombok, sehingga di kenal dengan
sebutan Ngayah (Kerja Rodi di penjajah Belanda dan Romusa di penjajah
Jepang) sehingga pada masa pembukaan jalan yang menuju ke wilayah Lombok Utara
tepatnya diperbatasan hutan Pusuk terdapat peninggalan Sumur tua, yang biasa di
sebut Lingkok Tato, konon orang tua yang dari Tato yang membuat
Sumur, pada lokasi Sumur tersebut adalah tempat penduduk dari Kampung Tato yang
melakukan Kerja, maka digalinya tebing jalan itu dengan sebatang Cale
Pelocok (alat pembuat makanan sirih yang biasa dimakan orang tua pada
zamannya) semakin dalam digalinya pinggir tebing tersebut sampai ketemu mata
air itupun tidak disadarinya bahwa ada mata air digalian tersebut. Para pekerja
yang dari tato itu kehabisan bekal air minum pada waktu Ngayah
(Kerja Rodi di zaman penjajah Belanda), mau ke selatan untuk mengambil air
minum jauh sekali dan mau ke utara untuk mengambil air minum jalannya belum
jadi, jalan setapak pun tidak ada, dikarnakan hutan pusuk pada masa itu hutan
belantara yang penuh dengan bukit terjal, penggagas untuk membuat Sumur
adalah Buling Imbit dan orang tua lainnya yang ikut Ngayah, lalu
dikerjakan oleh Ali (amaq Agok) dan Amin (amaq Merah). Sampai sekarang di
abadikan dan dibuat tempat persembahyangan oleh orang yang beragama hindu yang
masih keturunan Raja Karang Asem yang tinggal di Pulau Lombok, dan bukti
keberadaan peduduk Kampung Tato dari zaman dulu sekitar pertengahan abad ke
XVII-an dengan adanya kuburan tua (Makam) yang cara penguburannya menghadap
barat, kepalanya disebelah utara, dan kakinya disebelah selatan. Inilah juga yang
membuktikan masyarakatnya sudah memeluk agama Islam dari zaman Kerajaan
Selaparang dengan Rajanya Raden Mas Panji Anom. Jarak tempat pekuburan tersebut
250 meter disebelah barat Kampung Tato.
Agama masyarakat Kampung Tato
Orang yang
pertama kali datang ke dusun Tato adalah masyarakat dari dusun Beleke Loteng
(Keturunan kesepuluh dari punggawa Kerajaan Pejanggik dengan Rajanya bernama Raden
Mas Meraja Kusuma) yaitu konon namanya, Mirate dan Gede (
menurut Informasi dari Amin/Amaq Merah Alm) sekitar tahun
1740 dan juga Mirate ini dikenal orang yang pandai olah kanuragan
juga pandai mengaji (membaca) Al-Quran yang didapatnya dari guru yang
menyebarkan ajaran agama Islam, dan Gede juga dikenal orang yang
tegas didalam memberikan pendapat. Sebelum datang ke Tato Gede tinggal dulu di
Kampung Beleke, Desa Beleke, Kec. Gerung Lombok Barat. di Kampung Beleke ini
ada saudara sulungnya yang sudah banyak keturunananya sampai sekarang. Antara
Mirate dan Gede masih saudara misan. Konon Kakek mereka yang berasal dari
Pejanggik (Punggawa Kerajaan Pejanggik), menurut informasi yang di dapat dari
Husen (H. Zaeni/tokoh masyarakat).
Umumnya orang Sasak memeluk agama Islam, akan tetapi dalam penghayatannya
mereka membedakan diri menjadi golongan Islam Murni dan Islam Wetu Telu.
Golongan yang pertama menjalankan ajaran agama Islam dengan baik. Golongan yang
kedua mengakui Allah dan Nabi Muhammad, akan tetapi lebih banyak menjaga
kesucian batin dan tingkah lakunya menurut ajaran nenek moyang, selain itu
mereka banyak melakukan upacara di tempat yang dianggap dihuni roh nenek moyang
(kemali). Golongan kedua ini amat percaya bahwa di alam sekitar mereka hidup
makhlus halus, batara guru, bidadari, bebodo, bakeq (hantu), belata, bebai,
gegendu dan bermacam leyak (makhluk jadi-jadian). Hal-hal yang berhubungan
dengan perbuatan gaib dan magis mereka lakukan dengan bantuan belian
(syaman/dukun).
Pada
waktu perluasan daerah kekuasaan Kerajaan Selaparang (Kerajaan Islam pertama di
pulau Lombok) Kerajaan Selaparang dan Kerajaan Pejanggik, serta Kerajaan Langko
masih dalam satu keturunan. Setelah Mirate dan Gede menetap di Kampung
Tato selanjutnya masyarakat yang ada didusun – dusun Marong, Ganti, dan
Janeprie. Agama masyarakat kampung Tato saat ini adalah Agama Islam yang sudah
murni (bukan waktu Telu) sama seperti kampung tetangganya.
Sosial Budaya
Letak Dusun
Tato yang sangat seterategis, untuk melanjutkan penghidupannya,
maka masyarakatnya bekerja dari berkebun dan bertani, untuk menjaga
kerukunan antar masyarakat pendatang maka untuk masuk ke Dusun Tato harus
melalui kepala pinpinan kampung, dan sangat tertutup sekali dengan pengaruh
dari kampung – kampung yang ada disekitarnya yaitu sebelah timur kampung
Sandik, sebelah utara kampung Seraye (bekas pemukiman orang Hindu keturunan
Karang Asem Bali, dan sekarang bermukim dibebrapa tempat yaitu bukit
Dudok, Bukit Loco, Kerandangan, dan juga yang pulang ke karang Seraye
Pagesangan Mataram) bekas pemukiman ini ditandai dengan adanya bekas Pure dan
dua Sumur satu Pancoran yang tidak pernah kering walaupun Sumur tersebut berada
diatas Bukit yang ceritanya dibuat oleh orang Hindu. sebelah selatan kampung
Aiq Are, dan sebelah barat kampung Senteluk.
Masyarakat
Tato terkenal dengan sebutan “Belok Tato” (Tato Primitive) dalam bahasa
Indonesia artinya “Tato bodoh (sasak : Bongoh), penurut, lugu ”. Mengapa dikatakan
Primitive, karena menurut cerita masyarakatnya masih Lugu, zaman anak Agung
(Raja Karang Asem) pergi untuk melihat-lihat daerah kekuasaannya yang kala itu
masih disekitar pulau Lombok bagin barat, sehingga sampailah rombongan Anak
Agung di Tato, tapi dengan keluguhan, kejujuran, kepatuhan, kesederhanaan dan
ketaatannya maka berubah sebutan tersebut menjadi “Kampung Tetu“,
tetapi nama yang kedua tidak biasa melunturkan nama yang pertama (Tato) yang
berarti benar adanya atau masyarakat penurut.
Pada bidang Adat dan Budaya masyarakat kampung Tato sama
seperti masyarakat Sasak pada umumnya menyelenggarakan Upacara adat kelahiran,
Upacara adat Pernikahan, dan Upacara adat kematian, contoh dalam upacara
kematian yang dilaksanakan sebelum acara penguburan meliputi beberapa tahapan
yaitu :
Masyarakat kampung Tato menganut agama
Islam sehingga setiap ada yang meninggal ada beberapa proses yang dilalui.
Pertama kali yang dilakukan adalah memukul beduk dengan irama
pukulan yang panjang. Hal ini sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa ada
salah seorang warga yang meninggal. Setelah itu maka masyarakat berdatangan
baik dari desa tersebut atau desa-desa yang lain yang masih dinyatakan ada
hubungan famili, kerabat persahabatan dan handai taulan. Kedatangan masyarakat
ke tempat acara kematian tersebut disebut langar (Melayat).
Tradisi belangar
bertujuan untuk menghibur teman, sahabat yang di tinggalkan mati oleh
keluarganya, Mereka biasanya membawa beras seadanya guna membantu meringankan
beban yang terkena musibah.
Adapun upacara-upacara
yang dilaksanakan sebelum penguburan meliputi beberapa persiapan yaitu : Upacara
ini dilakukan keluarga untuk doa keselamatan arwah yang meninggal dengan
harapan dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa selain itu keluarga
yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan dan cobaan. Rangkaian upacara
kematian pada masyarakat kampung Tato yaitu hari pertama disebut nuyusur tanaq. Pemberian informasi kepada
warga desa bahwa ada yang meninggal. Hari kedua tidak ada yang
bersifat ritual. Hari ketiga disebut nelung yaitu penyiapan
makanan untuk disodakahkan dan didoakan. Hari keempat, kelima
dan keenambiasanya tidak ada acara.
Hari ketujuh disebut Mituq dirangkai dengan
pembacaan Al-Qur’an. Hari kedelapan tidak ada acara ritual
yang dilaksanakan, dan hari kesembilan yang sebut Nyiwaq dengan
acara akhir perebahan jangkih. Smentara setiap malamnya diisi dengan zikiran
atau yasinan selama sembilan malam sampai malam nyiwaq.
Keadaan Geografis
Dusun Tato diapit oleh dua Bukit
timur dan barat serta di sebelah utara Bukit Moncek yang hampir dari semua arah
bisa kita melihatnya kecuali dari arah Barat, dan di sebelah selatan area
persawahan yang luas tempat bercocok tanam Masyarakat Kampung Tato, dan
memiliki sebuah Gua yang biasa disebut “Gua Nangklok” di
sebelah timur sisi kanan bawah gua
terdapat situs batu yang ditulis dengan aksara Sasak seperti aksara Jawa
Kuno dan juga ukiran dibatu cadas berupa “Patung Petapa” yang
berbentuk orang bersemedi yang sekarang sudah tidak ada, walaupun demikina
masih ada saja sebagian masyarakat yg melakukan pertapaan di tempat ini untuk
meminta kebaikan-kebaikan kepada Tuhan, melalui pertapaan tersebut sebagian
mereka ada yang memohon diberikan kedigjayaan dalam ilmu dunia yang mereka
sebut “sentegoh” (ilmu kebal), ada juga yang memohon
kekayaan dan sebagainya.
Menurut informasi dari Papuk Semet
(Alm) sejak tahun 1860 ada juga
peninggalan lain yang berupa empat buah sumur tua yaitu : Lingkok Kebon
yang ada di Tato kebun, Lingkok Demung yang ada di Tato timuk berdekatan
dengan Nangklok, Lingkok tunjung
yang ada di Tato timuk bagian tengah, dan Lingkok telage yang ada di Tato
barat bagian selatan, sumur inilah yang memenuhi air bersih (tempat
mengambil air minum) masyarakat kampung Tato sampai sekarang dan sumur-sumur
tersebut tidak pernah kering sepanjang tahun meskipun musim kemarau panjang
terjadi.
Bahasa mayarakat Tato
Sekitar
tahun 1740 Dusun Tato dihuni oleh Dua kepala keluarga termasuk Mamiq
Mirate, Mamiq Mirate inilah yang sangat didengar pada waktu itu oleh masyarakat
yang ada, dan Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Petung Pejanggik yang
mirip dengan bahasa yang kita temukan sekarang didusun Beleke, Marong maupun
Pejanggik (Lombok Tengah).
Sementara kalau kita perhatikan secara
langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik
dialek (cara pengucapan) maupun kosa katanya. Ini sangat unik dan bisa
menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya secara umum bisa
diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Bagian Utara), Ngeto-Ngete (Lombok
Bagian Tenggara), Meno-Mene (Lombok Bagian Tengah), Ngeno-N gene (Lombok Bagian
Tengah), Mriak-Mriku (Lombok Bagian Selatan)
Setelah lama
mendiami Kampung Tato, Mirate menikah dengan putri dari Dusun Senteluk (
Keturunan Marong ) Sekitar tahun 1756, dan dari hasil penikahan tersebut , maka
dikaruniai tiga orang anak : 1. Miali (Jeje), 2. Bukal, 3. H. Nurudin
(Baloq Cenur), dari ketiga anaknya hanya satu orang yang punya keturunan yaitu
H. Nurudin/Baloq Cenur. Baloq cenur/Haji Nurudin mempunyai putra dan putri
sebelas orang dari hasil perkawinan dengan seorang gadis dari dusun senteluk
yang bernama Baloq Cenur Nine. Zaman pernikahannya masih terikat sama adat
dusun yang berbunyi “Beras kance Beras dait Moto kance Moto” (Beras sama
Beras dan Menir sama Menir) yang berarti orang kaya sama orang kaya
dan orang miskin sama orang miskin yang masih dipengaruhi oleh masuknya budaya
Bali (Kerajaan Karang Asem Bali). sehingga pada generasi ini kebetulan Baloq
Cenur termasuk orang yang berada pada saat itu, dan memiliki sebelas orang
putra dan putri. Maka bahasa mereka inilah yang terus berkembang dan digunakan
sampai saat ini sebagai bahasa keseharian masyarkat di Kampung Tato.
Kesenian
Masyarakat
Kampung Tato Memiliki beberapa kesenian yang dikembangkan antara lain
masyarakat Tato memiliki satu perangkat alat
kesenian teradisional yang mereka sebut dengan Rebane (tawak-tawak Tato) semacam
alat-alat gamelan di mana alat
teradisional ini dipakai untuk menjadi alat pemersatu antar kampung lebih–lebih
antar desa di bidang kebudayaan seperti untuk mengiringi pengantin dalam acara nyongkolan,
dan dipakai untuk mengumpulkan masyarkat pada saat penyebaran Syare’at Islam
saat itu. Di samping itu ada juga kesenian-kesenian yang bersifat peribadi
contohnya seni Beladiri seperti pencak Sasak yang dipelajari secara rahasia
bukan dipelajari secara terbuka sebagaimana seni-seni bela diri yang lain, Presean
juga seni beladiri bersifat pribadi yg tak terlepas dari perhatian masyarkat di
Tato yang mereka pelajari dan diaktualisasikan ketika ada kompetisi-kompetisi Presean
yang diadakan di lombok barat pada khususnya dan pulau Lombok pada umumnya. Dan
masih ada lagi kesenian-kesenian lain yang dikembangkan pada waktu-waktu tertentu.
Pedidikan
Pada
bidang pendidikan masyarkat dusun Tato
menerima pendidikan turun temurun dari generasi sebelumnya kepada generasi
berikutnya melalui pendidikan keluarga, pendidikan yang paling utama dan sangat
efektif untuk mendidik pribadi dan masyarakat. Pendidikan sebagai
salah satu aspek dari ajaran Islam yang dianut penduduk Tato, antara lain yang
di tanamakan dalam pendidikan adalah
akidah untuk ajaran yang berkaitan dengan keimanan dan syariah untuk ajaran yang berkaitan dengan
amal nyata dalam kehidupan baik amal yang sudah digariskan dalam sumber ajaran
islam maupun kebiasaan-kebiasaan (adat) yang baik yang tidak bertentangan
dengan ajaran Islam.
Pendidikan nilai-nilai agama dalam pendidikan keluarga
masyarakat Tato dapat dipahami bahwa tujuan akhir pendidikannya adalah
kesempurnaan ruh (jiwa) manusia yang pada hakikatnya menjadi inti keberadaan
manusia dalam perjuangan hidupnya mencari keridhaan Allah. Dengan demikian,
maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama di Tato pada dasarnya
memperoleh tujuan ideal guna mengantarkan dan mengarahkan manusia dalam upaya
memantapkan dan menjaga kesucian jiwanya. Dapat pula dikatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim seutuhnya adalah pribadi yang
ideal menurut ajaran Islam yakni, meliputi aspek-aspek individual, sosial dan
aspek intelektual. Semua aspek itu adalah sesuai dengan hakikatnya sebagai
seorang muslim yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada Allah Swt. sesuai
tuntunan Alquran.
Selain
pendidikan keluarga, masyarakat juga
menyerahkan pendidikan putra putri mereka kapada guru-guru ngaji yang
mengajarkan membaca al-Qur’an dan kitab-kitab melayu klasik seperti kitab
Masa’ilah al muhtadi yang berisi tentang ilmu Ushuludin, Fiqih dan Tasawuf, jadi pendidikan sejak dini inilah selanjutnya
yang mewarnai hidup dan kehidupan masyarakat islam di Tato hingga saat ini.
Sementara
itu untuk pendidikan masa kini masyarakat dusun Tato sudah mulai memilih
pendidikan-pendidikan formal maupun norformal untuk pendidikan anak-anak mereka
agar dapat bersaing dalam kehidupan modern saat ini, sehinga rata-rata mereka
sudah dapat mengenyam pendidikan mulai dari TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, S1
dan bahkan ada beberapa masyarakat yang
sudah menyelesaikan pendidikan Magister (S2) baik di dalam Negeri maupun di
luar Negeri. Di Dusun ini juga telah didirikan berbagai Yayasan yang bergerak
di bidang Pendidikan dan sosial yang dihajatkan untuk meningkatkan semaraknya pendidikan dan kualitas hidup
masyarakat dibidang ekonomi, salah satunya adalah Yayasan “Ingin Maju” yang
terus dimajukan oleh para tokoh masyarakat kampung ini. Dengan demikian seiring majunya minat
masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak ini, pada akhirnya nanti kesan
“Belok Tato” (Tato Primitive) ini mulai terkikis sedikit demi
dedikit dan masyarakat Kampung Tato menjadi mayarakat yang maju dan mengikuti
perkembangan dunia modern tanpa meninggalkan tradisi dan kearifan lokal yang
dimiliki.
Demikian
sejarah singkat lahirnya kampung Tato dengan berbagai keunikanya sejak penghuni
pertamanya, asal usul nama kampung Tato, peninggalan-peninggalan sejarahnya
sampai perkembangan agama, adat, budaya bahkan pendidikan yang sampai saat ini
telah menjadi kampung yang cukup maju dan berkembang dari berbagai segi
kehidupan masyarakatnya.
Mr. Gamble Casinos | Do you need a Casino ID to play?
BalasHapusAs for slots, you do not need to login to a 과천 출장마사지 casino with a 안동 출장마사지 license, and your browser cannot 평택 출장샵 play casino games in your 구미 출장마사지 browser. In 인천광역 출장마사지 fact, it is